JAKARTA. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kamis (12/4), memutuskan suku bunga acuan alias BI rate tetap di level 5,75%. Namun, keputusan itu tidak banyak berpengaruh pada pasar obligasi pemerintah. Pasalnya, pelaku pasar telah memprediksi hal tersebut sebelumnya. Amelia Renggapratiwi, Dealer Fixed Income Bank Rakyat Indonesia (BRI) menilai, kondisi pasar obligasi pasca penentuan BI rate masih sepi. "Investor masih akan wait and see," ujar dia. Aktivitas perdagangan kembali turun kemarin (12/4). Transaksi Surat Utang Negara (SUN) tercatat turun 139,13% dari Rp 5,5 triliun di hari sebelumnya menjadi Rp 2,3 triliun. Awal pekan lalu Senin (9/4) transaksi obligasi pemerintah dan korporasi hanya mencapai Rp 1,3 triliun. Terendah dari awal tahun 2012.
Frekuensi transaksi kemarin juga turun 2,05% dari 347 menjadi 340 transaksi. Itu menandakan bahwa transaksi obligasi memang masih sepi dalam sepekan ini. I Made Adi Saputra, analis obligasi NC Securities menilai, pelaku pasar menunggu hasil pengumuman BI rate sehingga transaksi sepi. Pendapat senada disampaikan Agus Salim, pengamat pasar obligasi yang juga menjabat sebagai Direktur CIMB Principal Asset Management. Dia melihat transaksi obligasi jangka pendek tidak akan banyak berubah secara signifikan. Agus memperkirakan, yield obligasi tidak banyak bergerak. Meski naik nilainya tidak terlalu besar. Menurut Agus, yield obligasi tenor panjang berpeluang naik. Karena masih belum ada kepastian eksekusi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Investor mengantisipasi lonjakan inflasi sehingga yield tenor panjang rawan rawan naik," jelas Agus. Baik Agus maupun Amelia sama-sama berpendapat bahwa saat ini pasar obligasi domestik minim sentimen. "Belum ada sentimen yang secara signifikan dapat menggerakan pasar," ujar Agus. Keduanya menilai, sentimen peluang Indonesia mendapat peringkat investment grade dari S&P bisa menjadi katalis positif yang dapat menggerakkan pasar. Perkiraan pelaku pasar bulan ini S&P akan menaikan peringkat Indonesia jadi layak investasi. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda hal tersebut akan terjadi. Menurut Amelia, S&P menunggu langkah strategis pemerintah, khususnya soal kenaikan harga BBM dan pengaruhnya terhadap perekonomian dalam negeri. Asing tahan diri Meski BI rate tetap, dana investor asing diperkirakan belum akan membanjiri pasar obligasi pemerintah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, kepemilikan asing di obligasi negara hingga 10 April 2012 sebesar Rp 227,19 triliun. Nilai tersebut naik 0,09% jika dibandingkan hari sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan kepemilikan asing per tanggal 5 April 2012, nilainya turun 0,2% yang sebelumnya Rp 227,65 triliun.
Agus menilai, investor asing sebenarnya punya dana segar yang siap digunakan investasi di Indonesia. Apalagi dengan kondisi ekonomi Eropa yang masih tertekan krisis. Muncul permasalahan Spanyol diperkirakan akan mengikuti jejak Yunani. "Tapi untuk saat ini mereka belum mau masuk dulu," kata Agus. Alasannya, risiko berinvestasi di Indonesia saat ini memang masih sulit dihitung. Apalagi dengan hasil keputusan harga bahan bakar minyak bersubsidi kemarin belum pasti.
Head of Research Debt Market Danareksa Sekuritas Budi Susanto mengungkapkan pendapat yang sama. Menurut dia, investor asing masih menahan diri. "Mereka menanti perkembangan demi perkembangan yang terjadi nanti," tukas dia beberapa waktu lalu. Sebab terlalu riskan mengambil posisi beli di saat pasar serba tidak pasti. Budi menilai transaksi SUN tidak akan banyak berubah secara signifikan. Namun, dengan mempertahankan BI rate, artinya bank sentral melihat inflasi tetap terjaga dan tidak akan mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia untuk jangka panjang. Dia optimis harga obligasi pemerintah hingga akhir tahun masih naik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie