BI rate turun, pasar obligasi bullish



JAKARTA. Pasar obligasi merespon positif penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) ke level 7,25%. Indonesia Composite Bond Index (ICBI) pada perdagangan Kamis (14/1) terkerek naik 0,74% ke level 186.223 dibandingkan Rabu (13/1) yang ditutup di 184.853.

Valuasi Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menunjukkan pasar bergerak positif sejak sesi midday yang berlanjut ke sesi sore. Kurva yield obligasi pemerintah bergerak turun untuk seluruh tenornya. Harga seluruh seri Fixed Rate (FR) dan obligasi negara ritel (ORI) juga masuk ke zona hijau.

Bahkan harga surat utang negara (SUN) benchmark bertenor panjang naik lebih dari 160 basis poin. "Penurunan BI rate akan mendorong harga obligasi terapresiasi," ujar analis IBPA Roby Rushandie, Kamis (14/1).


Penurunan BI rate diperkirakan juga akan memicu membanjirnya penerbitan obligasi korporasi. Pasalnya, yield obligasi korporasi akan mengalami penurunan sehingga kupon penerbitan juga ikut murah.

"Namun penurunan kupon obligasi korporasi akan membutuhkan proses dan waktu sehingga baru akan terjadi beberapa bulan ke depan. Selain itu, pasar juga perlu tetap antisipasi risiko-risiko dari eksternal terutama dari Tiongkok," papar Roby.

Sedangkan Analis PT Capital Asset Management Desmon Silitonga mengatakan penurunan BI rate berpotensi mendorong kenaikan harga SUN sekitar 10 basis poin hingga 50 basis poin dalam jangka pendek. Seri bertenor menengah dan panjang diperkirakan akan mengalami kenaikan harga lebih tinggi ketimbang seri pendek.

"Namun pergerakan harga juga akan dipengaruhi oleh kondisi nilai tukar. Apabila stabil dan tidak melemah, maka ruang penguatan semakin besar," ujar Desmon.

Desmon memproyeksikan penerbitan SUN sepanjang tahun ini akan berkisar Rp 327 triliun dan obligasi korporasi berkisar Rp 60 triliun hingga Rp 65 triliun.

Selain penurunan BI rate, Head of fixed income PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan positifnya pasar obligasi juga dipicu oleh tetap rendahnya yield US treasury."Kami menggunakan penghitungan shapley value bahwa dua variabel penting menjelaskan pergerakan yield SUN Indonesia adalah yield US treasury dan BI rate. Saat ini kedua faktor tersebut memberikan sentimen positif ke pasar obligasi," papar Handy.

Analisis dia, return obligasi yang diperoleh dari capital gain dan pendapatan bunga kupon obligasi tahun ini berpotensi mencapai lebih dari 13%. Sedangkan yield SUN bertenor 10 tahun diperkirakan akan berada di kisaran 7,89%.

Asumsi tersebut mempertimbangkan yield US treasury tenor 10 tahun yang akan bergerak ke level 2,7%, sedangkan BI rate masih berpeluang turun ke 7%. Sedangkan inflasi tahun ini diperkirakan 4,5%, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) Rp 14.300 per dollar AS dan credit defaulth swap (CDS) sekitar 175.

Tak terpengaruh teror bom

Sementara itu, Desmon memprediksi aksi teror bom di Sarinah, Kamis (14/1) pagi hanya akan berdampak sementara terhadap pasar obligasi. Investor asing diprediksi masih akan masuk ke Indonesia.

"Tahun lalu di tengah ketidakpastian dan perlambatan ekonomi domestik, asing masih mencatatkan nett buy di atas Rp 70 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa orientasi sebagian investor asing sudah jangka panjang," ujar Desmon.

Sedangkan Roby memperkirakan penurunan BI rate juga akan menahan asing di pasar obligasi sehingga tidak melepaskan kepemilikannya pasca teror ledakan bom di kawasan Sarinah, Jakarta. Kebijakan bank sentral tersebut diyakini akan meningkatkan optimisme pasar. "Pasar diperkirakan akan membaik ditopang oleh lebih baiknya pertumbuhan ekonomi di tahun 2016," ujar Roby.

Di tengah kondisi saat ini, Desmon mengatakan investor bisa memilih seri-seri acuan SUN yang sangat likuid. Seri tersebut juga memiliki harga murah di bawah par. "Selain itu, obligasi korporasi juga cukup menjanjikan. Tahun ini terdapat peluang return yang lebih baik dari tahun lalu," kata Desmon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto