JAKARTA. Hari ini rupiah terpuruk dalam, dan jatuh di bawah Rp 13.600 per dollar AS. Mengacu data Bloomberg, Selasa (11/8) di pasar spot rupiah terpuruk ke Rp 13.607 per dollar AS atau 0,41% dari penutupan hari sebelumnya Rp 13.551 per dollar. Bank Indonesia (BI) pun angkat suara terkait pelemahan mata uang Garuda ini. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, pergerakan rupiah hari ini merupakan reaksi dari keputusan pemerintah China yang melakukan depresiasi dengan melebarkan rentang mata uangnya. Pemerintah China melakukan hal ini untuk mengurangi pelarian modal, meningkatkan daya saing untuk mendorong ekspor, dan melindungi investor dalam negeri. Saat ini, menurutnya, mata uang Jepang, Korea, dan Eropa yang merupakan pesaing utama China sudah terdepresiasi cukup besar. "Kebijakan di China ini berpengaruh terhadap seluruh mata uang regional termasuk rupiah," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (11/8). Dalam pantauan BI, hampir seluruh mata uang global melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurut BI, pengaruh kebijakan China terhadap rupiah tidak sebesar pengaruh yang terjadi pada dollar Singapura, won Korea, dollar Taiwan dan bath Thailand. "Kami meyakini bahwa hal ini akan bersifat sementara. Kami melihat bahwa saat ini rupiah undervalued," terang Mirza. Dari sisi dalam negeri sendiri, Mirza mengakui, rupiah sudah cukup kompetitif terhadap ekspor manufaktur dan mampu mendorong turis masuk ke Indonesia. Pada sisi lain, perkembangan rupiah juga dipengaruhi oleh pembayaran utang dan dividen secara musiman, khususnya di triwulan II-2015. Mirza menandaskan, BI akan selalu memonitor perkembangan rupiah dan akan terus menerus ada di pasar untuk menjaga volatilitas rupiah.
BI: pelamahan rupiah reaksi atas devaluasi China
JAKARTA. Hari ini rupiah terpuruk dalam, dan jatuh di bawah Rp 13.600 per dollar AS. Mengacu data Bloomberg, Selasa (11/8) di pasar spot rupiah terpuruk ke Rp 13.607 per dollar AS atau 0,41% dari penutupan hari sebelumnya Rp 13.551 per dollar. Bank Indonesia (BI) pun angkat suara terkait pelemahan mata uang Garuda ini. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, pergerakan rupiah hari ini merupakan reaksi dari keputusan pemerintah China yang melakukan depresiasi dengan melebarkan rentang mata uangnya. Pemerintah China melakukan hal ini untuk mengurangi pelarian modal, meningkatkan daya saing untuk mendorong ekspor, dan melindungi investor dalam negeri. Saat ini, menurutnya, mata uang Jepang, Korea, dan Eropa yang merupakan pesaing utama China sudah terdepresiasi cukup besar. "Kebijakan di China ini berpengaruh terhadap seluruh mata uang regional termasuk rupiah," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (11/8). Dalam pantauan BI, hampir seluruh mata uang global melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menurut BI, pengaruh kebijakan China terhadap rupiah tidak sebesar pengaruh yang terjadi pada dollar Singapura, won Korea, dollar Taiwan dan bath Thailand. "Kami meyakini bahwa hal ini akan bersifat sementara. Kami melihat bahwa saat ini rupiah undervalued," terang Mirza. Dari sisi dalam negeri sendiri, Mirza mengakui, rupiah sudah cukup kompetitif terhadap ekspor manufaktur dan mampu mendorong turis masuk ke Indonesia. Pada sisi lain, perkembangan rupiah juga dipengaruhi oleh pembayaran utang dan dividen secara musiman, khususnya di triwulan II-2015. Mirza menandaskan, BI akan selalu memonitor perkembangan rupiah dan akan terus menerus ada di pasar untuk menjaga volatilitas rupiah.