BI: Rupiah saat ini cukup nyaman



JAKARTA. Kondisi rupiah yang terlalu berfluktuasi sering membuat fundamental ekonomi terganggu. Untuk saat ini, Bank Indonesia menilai nilai tukar rupiah di kisaran Rp 11.300 per dollar Amerika Serikat (AS)–Rp 11.800 per dollar AS masih nyaman bagi ekonomi Indonesia.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, salah satu metode pengukuran untuk melihat kurs rupiah adalah dengan indeks nilai tukar rupiah riil efektif (Real Effective Exchange Rate (REER). Bila REER di atas 100, artinya rupiah di atas nilai sebenarnya (over value), dimana importir akan senang karena rupiah murah, tapi kondisi ini tak menguntungkan bagi eksportir.

Asal tahu saja, saat ini BI tengah berupaya mengurangi impor dan menggenjot ekspor. Karena itu pula, level rupiah akan lebih baik bila REER nya ada di bawah 100.


Untuk diketahui, saat ini REER Indonesia ada di sekitar 92 - 93 dengan level nilai tukar Rp 11.300 per dollar AS –Rp 11.800 per dollar AS. "Makanya BI menilai level 11.300–11.800 per dollar AS adalah level yang memberikan insentif bagi eksportir tetapi di sisi lain juga dapat mengurangi impor yang tidak perlu," ujar Mirza Rabu (11/6).

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang, untuk saat ini fundamental rupiah ada di kisaran Rp 11.500 per dollar AS–Rp 11.600 per dollar AS. Dengan kisaran ini, kata David rupiah cukup kompetitif dibanding dengan negara-negara pesaing dagang lainnya.

Menurutnya, di level fundamental rupiah saat ini cukup efektif untuk menggenjot ekspor. Sayangnya, saat ini harga produk komoditas tengah melemah. Karenanya, David bilang pemerintah perlu menggenjot ekspor non komoditas bila ingin memperbaiki kinerja ekspor untuk saat ini.

Sementara Kepala Ekonom BII Juniman bilang dengan kisaran rupiah Rp 11.300 per dollar AS - Rp 11.800 per dollar AS cukup kondusif bagi kinerja ekspor Indonesia. Meski begitu, saat ini sisi impor masih belum bisa direm, terutama impor non migas lantaran untuk antisipasi naiknya permintaan barang menjelang puasa dan lebaran.

Karenanya, Juniman bilang BI perlu mempertahankan kebijakan moneter ketatnya hingga akhir tahun untuk menekan laju impor. Ini dilakukan agar defisit transaksi berjalan tidak semakin membengkak.

Catatan saja, sepanjang tahun ini BI memperkirakan defisit transaksi berjalan akan mencapai sekitar US$ 25 miliar, lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai US$ 29 miliar. Pada kuartal II-2014 BI memperkirakan defisit transaksi berjalan akan mencapai US$ 8 miliar, lebih tinggi dari kuartal I-2014 yang sebesar US$ 4,19 miliar.

Salah satu pemicu pelebaran defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2014 adalah masih tingginya kebutuhan dollar AS terutama untuk impor dan repatriasi dividen oleh perusahaan asing di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi