BI Sebut Inklusi Keuangan Indonesia Masih Mandek, Ini Penyebabnya



KONTAN.CO.ID – NUSA DUA. Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, inklusi keuangan Indonesia belum mengalami perkembangan alias mandek selama bertahun-tahun.

Sebagaimana yang sudah diketahui, pada 2019 inklusi keuangan alias akses terhadap lembaga keuangan masyarakat baru mencapai 49%. Padahal, Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) menargetkan 75% di tahun 2019.

“Paling menonjol di sini adalah PR (pekerjaan rumah) inklusi keuangan kita yang mandek bertahun-tahun. Pada 2018, kalau  tidak salah, Bank Dunia, inklusi keuangan kita berhenti di 49% setiap kali keluar laporan yang baru,” Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Ryan Rizaldy dalam media briefing, Jumat (23/8).


Ryan menjelaskan, mandeknya inklusi keuangan di Indonesia karena kurangnya infrastruktur keuangan digital dan pemahaman masyarakat akan pentingnya mengetahui sistem keuangan digital.

Ia melihat, saat ini masih banyak masyarakat yang terkena penipuan berkedok SMS seperti ‘mama minta pulsa’, dan masih banyaknya modus penipuan melalui pesan di whatsapp.

Baca Juga: OJK: Penguatan Inklusi dan Literasi Keuangan Jadi Kunci Peningkatan Likuiditas

Penyebab lainnya adalah ketepatan serta keakuratan data masyarakat pengguna layanan transaksi keuangan digital yang sampai saat ini masih belum dipadupadankan, sehingga akan menjadi tantangan untuk menciptakan legitimasi transaksi keuangan yang jujur.

Meski begitu, Ryan menyebut dalam laporan Bank Dunia tahun 2021 yang dirilis pada 2022 disebutkan, inklusi keuangan Indonesia meningkat jadi 53%.

Pencapaian tersebut, kata Ryan memang belum memuaskan, mengingat jumlah masyarakat Indonesia sangat besar, yakni berdasarkan data 2022 mencapai 275,5 juta jiwa. Namun, menurutnya pencapaian tersebut patut disyukuri karena ada sedikit progres.

“Dan siapa itu yang bertambah? Ya tadi pedagang-pedagang bakso, informal yang tadinya mereka hanya mau duit akuntan, sekarang mereka terkoneksi dengan kelas aktif digital yang otomatis terhubung dengan rekening perbankan atau minimal rekening uang elektronik,” ungkapnya.

Nah dengan masyarakat Indonesia yang mulai melek transaksi digital, ini juga menjadi bukti bahwa transformasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) yang diharapkan bisa berjalan mulai dari 2025 hingga 2030.

Baca Juga: Arus Dana Asing Masuk Rp 15,91 Triliun di Pekan Ketiga Agustus 2024

Di samping itu, Ryan juga berharap BSPI bisa  mewujudkan sistem pembayaran yang berdaya tahan ke depannya, untuk mencapai sistem keuangan digital yang inklusif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari