BI segera memutuskan akuisisi Bank Agro



JAKARTA. Bank Rakyat Indonesia (BRI) harus bersabar agar bisa menjadi pemegang saham mayoritas Bank Agroniaga. Pasalnya, hingga kini Bank Indonesia (BI) belum mengeluarkan izin atas aksi akuisisi BRI ke Bank Agro.Kemas M Arief, Direktur Utama Bank Agro menyatakan bahwa semula izin dari BI diharapkan terbit pada akhir Desember 2010. Tapi harapan tersebut meleset. "Kami tidak tahu alasannya, tetapi kami optimistis, bulan ini izin itu akan keluar," ujar Kemas, Kamis (17/2).Agar mengantongi izin BI, Bank Agro mengaku sudah memenuhi semua prosedur. Seluruh direksi dan komisaris misalnya sudah mengikuti fit and proper test. Semuanya lulus. "Sekarang tinggal menunggu izin dari Direktorat Perizinan BI," kata Kemas.Joni Swastanto, Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan BI mengatakan, akuisisi BRI atas Agroniaga tinggal tahap pengambilan keputusan. "Semua proses sudah selesai," ujarnya. Sayang, ia tidak bersedia memaparkan lebih lanjut, termasuk kapan BI akan menerbitkan izin.Seperti kita tahu, BRI mengakuisisi Bank Agro pada September 2010. BRI memborong saham milik Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun) senilai Rp 330 miliar. Pasca akuisisi, BRI menggenggam 76% saham. Sisanya, Dapenbun 14%, dan masyarakat 10%.Kemas mengungkapkan, setelah izin BI terbit, BRI akan menyuntikkan dana ke Bank Agro. "Kami membutuhkan dana dalam jumlah besar untuk mengembangkan usaha," katanya. Ia mengaku tak tahu berapa total dana yang disiapkan pemilik baru. Yang pasti, "Untuk tahun ini minimal kami membutuhkan dana Rp 200 miliar," terangnya.Tahun ini Bank Agro menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 24% dari outstanding kredit tahun lalu sebesar Rp 2,5 triliun. Komposisinya, 60% mengucur ke kredit agrobisnis dan 40% ke kredit non agrobisnis. "Di kredit agrobisnis kami akan fokus membiayai plasma, sementara BRI membiayai bisnis intinya," ujar Kemas.Tahun lalu, Bank Agro mencetak laba bersih sebesar Rp 24 miliar. Angka ini melonjak 1.100% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2 miliar. "Tahun 2011 laba kami bisa tumbuh dua kali lipat, karena semakin kecilnya pencadangan terhadap kredit macet pada tahun 2007," tambah Kemas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: