BI sesuaikan kebijakan moneter tahun depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah tren kenaikan suku bunga global, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) kembali memutuskan untuk mempertahankan kebijakan moneter yang ada. BI mengaku baru akan mengubah kebijakan moneter pada tahun depan, jika sejumlah indikator mengalami tekanan.

Dalam RDG yang berlangsung Rabu-Kamis kemarin, BI memutuskan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate(DRRR) di level 4,25%, deposit facility rate tetap di level 3,5 % dan lending facility rate bertahan 5%. BI meyakini, kebijakan tersebut masih mampu mengimbangi kenaikan suku bunga acuan di AS menjadi 1,25%–1,5% sejak 13 Desember 2017.

Keputusan itu diambil walau BI menyadari, Indonesia akan menghadapi banyak tantangan global pada tahun depan. Setelah kenaikan Fed rate, bank sentral negara lain juga mengikuti. People's Bank of China (PBOC) mengerek reverse repurchase agreement 7-hari dan 28-hari sebesar 5 basis poin. Tahun depan, The Fed diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuan, sehingga akan terjadi pengetatan kebijakan moneter di beberapa negara maju.


Indonesia juga akan menghadapi efek pengurangan neraca The Fed. Lalu kecenderungan kenaikan harga minyak hingga kondisi geopolitik global yang memanas.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menjelaskan, risiko-risiko global pasti berdampak ke ekonomi domestik. Jika risiko-risiko tersebut berdampak pada inflasi dan kurs rupiah serta ekspektasi inflasi dan ekspektasi kurs rupiah, Dody bilang BI akan melakukan penyesuaian kebijakan moneter.

"Tak hanya The Fed, kami melihat pergerakan minyak dunia, geopolitik, China. Itu semua berpengaruh ke inflasi dan transaksi berjalan. Kalau ke depan terganggu, kami akan segera sesuaikan policy rate sebagai salah satu respons," kata Dody, Kamis (14/12).

Dody memperkirakan, inflasi tahun depan berada di kisaran 3,5% plus minus 1% dan defisit transaksi berjalan ada di bawah 2% dari produk domestik bruto (PDB). Sementara rupiah, "Diperkirakan sukup strong stabil sesuai fundamentalnya," jelas Doddy.

Ditahannya suku bunga acuan BI pada bulan ini di level 4,25% lantaran ketidakpastian global yang ada tidak mempengaruhi ekspektasi inflasi dan transaksi berjalan. Hal itu membuat kurs rupiah ke depan masih akan stabil.

Berubah 2018

Ekonom Maybank Indonesia Juniman berpendapat, BI harus mewaspadai tren pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral di negara-negara maju pada tahun depan. Tahun depan The Fed kembali akan menaikkan suku bunganya dibarengi dengan pengurangan neraca The Fed.

Belum lagi, European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ) yang akan menghentikan quatitative easing awal tahun depan. Atas hal itu, Juniman memperkirakan kurs rupiah akan melemah ke level Rp 13.500–Rp 13.800 per dollar AS di kuartal pertama dan kedua tahun depan. "Kalau The Fed tahun depan hawkish, BI perlu menaikkan suku bunga acuannya lebih dari 25 basis points (bps) tahun depan," jelas Juniman.

Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi juga memperkirakan, BI akan mulai menaikkan suku bunga lagi kuartal keempat 2018 dan kembali ke level 5% di pertengahan 2019. Itu untuk mengantisipasi pergerakan dollar AS. "Rupiah terlalu lemah cenderung menghambat pertumbuhan PDB. Kami harap BI bisa menekan pelemahan rupiah yang cukup besar," katanya.

Senior ASEAN Economist UBS Investment Bank Edward Teather mengapresiasi BI yang mempertahankan kebijakan moneternya. Kata dia, ekonomi Indonesia hingga semester I-2018 masih akan kondusif.

Jika Fed menaikkan suku bunga lagi pada semester I- 2018, rupiah baru akan tertekan, sehingga ada lonjakan inflasi. Kami melihat BI akan menaikkan suku bunga sebesar 50bps pada semester II tahun depan untuk mencerminkan perbaikan ekonomi dan menjauhkan rupiah dari meningkatnya suku bunga The Fed," jelas Edward via conference call, Kamis (14/12).

Edward melanjutkan, sebagai skenario dasar, pada 2018 rupiah akan berakhir pada 13.500 per dollar AS. Namun rupiah juga bisa berada di atas level 14.000 per dollar AS tahun depan seiring tekanan dari AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia