BI siap naikkan suku bunga acuan



JAKARTA. Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, arah kebijakan moneter BI saat ini netral bias, sama dengan bulan lalu. Namun menurutnya, bank sentral juga siap untuk menaikkan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate) bila kondisi mengharuskan.

Menurut Dody, suku bunga acuan BI dengan kondisi saat ini masih mampu untuk mencapai sasaran inflasi 4% plus minus 1%. Sehingga, saat ini, tidak ada risiko bagi BI untuk mengubah proyeksi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikar (AS).

"Tapi ke depan, nanti seandainya kami lihat gangguan ekspektasi inflasi meningkat atau ekspektasi rupiah melemah, dengan risiko-risiko yang muncul di global maupun domestik, BI tentu akan melakukan kalkulasi ulang terhadap policy rate kami," kata Dody usai konferensi pers, Kamis (20/4).


Bulan ini, BI kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 4,75%, Keputusan tersebut diambil lantaran BI melihat sejumlah risiko yang datang dari global maupun domestik.

Dari sisi global, BI melihat adanya risiko yang datang dari tiga hal. Pertama, wacana penurunan besaran neraca Bank Sentral AS (The Fed) dan dampaknya terhadap pasar keuangan global. Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, saat ini The Fed memegang sekitar US$ 4,5 triliun yang terdiri dari US$ 3,5 triliun dalam bentuk US Treasury.

Menurut Dody, dengan penurunan neraca tersebut maka The Fed akan melepas surat berharganya sehingga likuiditas di pasar keuangan global akan berkurang. Namun demikian menurutnya, besaran dampak tersebut juga masih tergantung pada besaran pengurangan neraca yang dilakukan The Fed.

Kedua, risiko yang berasal dari kelanjutan kenaikan suku bunga acuan The Fed. Ketiga, risiko yang berasal dari geopolitik yang terjadi di beberapa kawasan.

Namun di sisi lain, BI melihat adanya prospek perbaikan ekonomi global. Hal itu ditopang oleh perbaikan ekonomi AS sejalan dengan ketenagakerjaan yang positif dan investasi di sektor ekonomi, ekonomi Eropa yang ditopang perbaikan konstruksi dan ekspor, serta ekonomi China yang ditopang oleh konsumsi dan investasi infrastruktur.

Sementara dari sisi domestik, BI melihat adanya risiko yang berasal dari dua hal. Pertama, penyesuaian harga yang diatur pemerintah (administered prices) dan dampaknya terhadap inflasi. Namun ia mengaku, hingga saat ini BI memperkirakan inflasi 2017 masih akan berada di sasaran inflasi 4% plus minus 1%.

Kedua, masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan yang menyebabkan belum optimalnya dampak sitimulus perekonomian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie