JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyatakan, adanya proses penambahan Penyertaan Modal Sementara (PMS) kepada PT Bank Mutiara yang dilakukan tanggal 23 Desember 2013 lalu sudah sesuai prosedur semestinya. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara bilang, PMS ke-II yang diberikan kepada Bank Mutiara sebesar Rp 1,25 triliun itu merupakan hasil rekomendasi dari bank sentral Indonesia. Rekomendasi suntikan dana diberikan kepada pemilik modal yakni, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tirta menjelaskan, kondisi Bank Mutiara berbeda dengan saat pemberian suntikan dana pertama senilai Rp 6,7 triliun. Saat PMS pertama, kondisi eks Bank Century dinilai berdampak sistemik, sehingga persetujuan pemberian PMS harus lewat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Sementara itu, pemberian PMS kedua senilai Rp 1,25 triliun kepada Bank Mutiara, tidak harus lewat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), lantaran bank yang bersanmgkutan dinilai BI tidak berdampak sistemik, melainkan mengalami kekurangan likuiditas atau
capital adequacy ratio (CAR) saja. “Tidak semua bank yang mengalami kekurangan likuiditas dibahas di FKSSK,” kata Tirta di Gedung BI, Jakarta, Senin (21/4). Selain itu, Selain itu, dalam pemberian PMS kedua, pemilik eks Bank Century yaitu LPS bersedia menyuntikkan modal untuk menambah permodalan bank. "Semua pengawas ada intuisi, simulasi perhitungan risiko. BI akan memberitahukan jika suatu bank mengalami tren turun, isi suratnya bisa mengenai potensi kerugian," ucap Tirta. Hingga saat ini, lanjut Tirta, BI belum menerima surat dari BPK soal tudingan kejanggalan suntikan modal Bank Mutiara itu. Catatan saja, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada empat kejanggalan proses penambahan PMS oleh LPS (selaku pemilik modal) kepada Bank Mutiara akhir tahun lalu. Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan, proses penambahan PMS itu belum sepenuhnya sesuai ketentuan yang berlaku. "Ada pengelolaan kredit oleh Manajemen Bank Mutiara yang diduga tidak sesuai ketentuan," ungkap Ketua BPK Hadi Purnomo di kantornya, Senin (21/4). Hadi menyebutkan, dari hasil pemeriksaan atas 23 debitur yang mengalami permasalahan menunjukkan bahwa, proses restrukturisasi sepuluh debitur per 30 Juni 2013 tidak mengikuti ketentuan Bank Indonesia (BI) dan kebijakan-kebijakan internal Bank Mutiara. Hal ini mengakibatkan menurunnya kolektabilitas kredit, kekurangan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) sebesar Rp 607,05 miliar yang mempengaruhi kondisi keuangan Bank Mutiara. Selain itu, Bank Mutiara juga tidak menyampaikan posisi Kebutuhan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) sesuai dengan kondisi yang sebenarnya pada Laporan Keuangan Publikasi Bulanan pada periode bulan Juni sampai dengan November 2013.
"Meskipun Bank Mutiara telah mengetahui kondisi yang sesungguhnya sejak tanggal 29 Juli 2013, dan BI telah menyampaikan adanya permasalahan kekurangan PPAP atas kredit, namun Bank Mutiara tidak melakukan koreksi atas perhitungan KPMM dalam laporan bulanan bank bulan Juni sampai dengan November 2013," jelas Hadi. Kejanggalan lain yang ditemukan BPK adalah, penanganan Bank Mutiara oleh LPS yang tidak sepenuhnya berjalan efektif. Ditemukan adanya praktik di bidang perbankan yang dilakukan oleh Bank Mutiara yang belum mengacu pada peraturan perundangan di bidang perbankan. "Proses penanganan Bank Mutiara oleh LPS dengan melakukan penambahan modal sementara sebesar Rp 1,25 triliun, belum mempertimbangkan alternatif lain yang diatur dalam peraturan perundangan," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri