KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sesuai proyeksi, Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan usai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (18/11). Dalam pengumuman tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, hasil tersebut sudah sesuai dengan ekspektasi pasar sebagai langkah BI menopang pemulihan ekonomi.
Alhasil, dampaknya juga relatif minim bagi pergerakan rupiah. Apalagi, pergerakan rupiah dalam beberapa waktu terakhir lebih dipengaruhi sentimen eksternal yang berupa kekhawatiran inflasi yang tinggi. Sementara untuk ke depan, David melihat, pergerakan rupiah akan sangat bergantung pada dua hal.
Pertama, perkembangan pandemi Covid-19 seperti apa. Karena pandemi ini sangat berpengaruh terhadap proses pemulihan global maupun dalam negeri.
Kedua, Foreign Direct Investment (FDI) melalui beberapa proyek strategis nasional diharapkan sudah mulai normal kembali, atau bahkan lebih baik.
Baca Juga: Perkasa, rupiah spot ditutup menguat ke Rp 14.220 per dolar AS pada hari ini (18/11) “Kalau dari sisi inflasi, ke depannya mungkin cenderung akan ada tekanan karena apa yang terjadi di global akan juga dirasakan
emerging market, hanya masalah waktu saja,” kata David kepada Kontan.co.id, Kamis (18/11). Menurutnya, dengan kenaikan harga komoditas, lalu ketika tahun depan
demand secara agregat bergerak naik, maka para produsen akan menaikkan harga. Sebenarnya, ia melihat hal ini sudah mulai terlihat seiring dengan Producer Price Index (PPI) yang mulai merangkak naik. Hanya saja, sejauh ini Consumer Price Index (CPI) cenderung landai. Jadi, ketika CPI mulai naik pada tahun depan, likuiditas domestik diproyeksikan akan terpengaruhi dan mendorong angka inflasi naik. Hal ini pada akhirnya akan memicu terjadinya kenaikan suku bunga acuan. David memproyeksikan, kenaikan suku bunga acuan baru akan terjadi pada paruh kedua tahun depan. Tetapi tiu dengan catatan bahwa Federal Reserve (The Fed) sudah menaikkan suku bunga acuan.
Baca Juga: BI masih pertahankan suku bunga acuan di level 3,5% “Tapi seharusnya rupiah tidak akan banyak terpengaruh karena pasar pasti sudah akan mengantisipasi. Kecuali, terjadi lagi
outbreak pada tahun depan, rupiah baru akan bergerak
volatile,” imbuh David Lebih lanjut, berkaca dari kebijakan moneter maupun fiskal yang ada pada tahun ini, David melihat rupiah seharusnya bisa bergerak stabil pada tahun depan. Ia meyakini BI akan punya beragam cara mitigasi untuk hadapi potensi inflasi pada tahun depan. David memperkirakan, pada tahun depan rupiah berpotensi bergerak pada kisaran Rp 14.500 - Rp 14.600 per dolar AS. Hitungan David, kisaran tersebut sesuai dengan fundamental rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari