JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengantisipasi rencana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve pada akhir tahun ini. Salah satu antisipasi BI yaitu menjalin kerja sama
bilateral swap arrangements (BSA) dengan negara sahabat. Gubernur BI Agus Martowardojo mengaku, hari ini, Senin (14/12) pihaknya akan menandatangani perjanjian kerja sama BSA yang baru dengan salah satu negara sahabat.
Sayangnya, ia masih enggan menyebutkan nominal perjanjian tersebut. "Kami akan sampaikan besok. Tetapi yang kami lakukan adalah kami tambah kekuatan kami dengan kerja sama-kerja sama di antara bank-bank sentral," kata Agus, Senin siang. Menurut Agus, fasilitas tersebut juga dapat digunakan untuk mendukung likuiditas di dalam negeri, selain digunakan untuk mengembangkan hubungan dagang dan investasi Indonesia dengan China. Sebab, mata uang China juga telah masuk dalam keranjang
special drawing right (SDR) Lembaga Moneter Internasional atau International Moneter Fund (IMF). Adapun waktu dari perpanjangan swap tersebut yaitu tiga tahun. Selama ini, Indonesia telah fasilitas BSA dengan Korea Selatan sebesar 10,7 triliun won atau setara Rp 115 triliun, dengan Jepang sebesar US$ 12 miliar, dan China sebesar US$ 15 miliar.
Beberapa waktu lalu, BI menyatakan akan melakukan penambahan fasilitas BSA dengan China sebesar US$ 5 miliar sehingga total BSA dengan China menjadi sebesar US$ 20 miliar. Rencananya, tambahan BSA tersebut paling lambat ditandatangani pada Januari tahun depan. Setelah menghadiri pertemuan G20 di Lima, Peru Oktober lalu, Agus juga menyatakan bahwa pihaknya telah memperpanjang kerjasama BSA dengan 10 negara Asean dengan total nilai swap yang diperpanjang yakni senilai US$ 2-US$ 3 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto