BI tegaskan kenaikan utang luar negeri belum mengkhawatirkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) merilis utang utang luar negeri jangka pendek pada November 2018 sebesar US$ 56,5 miliar, naik 3,78% dibanding Oktober 2018 yang sebesar US$ 54,46 miliar. Namun bila dibandingkan November 2017 yang sebesar US$ 56,29 miliar naik 0,39%.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Aida Budiman menilai tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait utang tersebut. "Tidak ada masalah karena ada mekanisme pasar," ujarnya di kompleks BI, Kamis (24/1).

Menurut Aida, khususnya utang jangka pendek bagi non-bank, diwajibkan melakukan rasio hedging 25%, dan rasio likuiditas 70%, serta persyaratan minimal kredit. "Pantauan kami kepatuhan lindung nilai lebih dari 90% semua pelapor yg wajib sudah memenuhi, sementara likuiditas rasio 88%. Untuk jangka pendek sudah semua," jelas dia.


Selain itu, BI juga baru saja mengeluarkan beleid baru untuk mengatur utang luar negeri perbankan yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21 tahun 2019. Sedangkan pemerintah memiliki peraturan pinjaman komersial luar negeri (PKLN), serta peraturan mengenai kewajiban lindung nilai bagi BUMN.

Aida juga menjelaskan utang luar negeri saat ini masih didominasi jenis utang luar negeri jangka panjang. Per November 2018 rasio utang luar negeri jangka panjang 84,8%, sedangkan rasio utang jangka pendek 15,2%. "Secara rata-rata utang luar negeri jangka pendek hanya 17%," jelas dia.

Rasio utang luar negeri berdasarkan jangka waktu asal per triwulan III-2018 juga menunjukkan angka 13,2%. Lebih rendah dibanding Filipina yang tercatat 16,8%. Sedangkan Malaysia dan Thailand malah menunjukkan rasio masing-masing 45,6% dan 41,4%.

"Jadi utang luar negeri jangka pendek sangat aman dibanding dengan negara lain dan secara total utang luar negeri terhitung kecil dibanding PDB," jelas Aida.

BI juga cukup pervaya diri sebab dari sisi solvabilitas alias kemampuan BI untuk membayar, utang luar negeri hanya berkisar 34,5% terhadap PDB. Bila dibandingkan dengan negara peer, setingkat dengan Brazil. Lebih rendah dibanding Malaysia yang mencapai 65% dari PDB.

Namun lebih tinggi bila dibandingkan Thailand 32%, India 28% dan Filipina 22%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli