JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) mengubah perhitungan rasio likuiditas membuat bank lebih bernafsu menerbitkan surat utang. Maklum, BI berencana memasukkan obligasi dan pinjaman ke sebagai indikator perhitungan likuiditas utama atau biasa disebut loan to funding ratio (LFR). Contoh, Bank BNI. Darmadi Sutanto, Direktur Konsumer dan Ritel BNI, menyatakan, perubahan indikator likuiditas menjadi LFR dari sebelumnya perbandingan kredit terhadap dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR), bakal meringankan pekerjaan bank dalam mengelola likuiditas. Sebab, bank banyak mengucurkan pembiayaan untuk jangka panjang. Atas dasar itulah, bank lebih menyukai menerbitkan surat utang atau obligasi. "Karena bank dituntut semakin banyak berperan di pembiayaan jangka panjang seperti infrastruktur dan kredit pemilikan rumah (KPR)," ujar Darmadi kepada KONTAN, Rabu (19/11).
Biar likuiditas longgar, bank rilis obligasi
JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) mengubah perhitungan rasio likuiditas membuat bank lebih bernafsu menerbitkan surat utang. Maklum, BI berencana memasukkan obligasi dan pinjaman ke sebagai indikator perhitungan likuiditas utama atau biasa disebut loan to funding ratio (LFR). Contoh, Bank BNI. Darmadi Sutanto, Direktur Konsumer dan Ritel BNI, menyatakan, perubahan indikator likuiditas menjadi LFR dari sebelumnya perbandingan kredit terhadap dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR), bakal meringankan pekerjaan bank dalam mengelola likuiditas. Sebab, bank banyak mengucurkan pembiayaan untuk jangka panjang. Atas dasar itulah, bank lebih menyukai menerbitkan surat utang atau obligasi. "Karena bank dituntut semakin banyak berperan di pembiayaan jangka panjang seperti infrastruktur dan kredit pemilikan rumah (KPR)," ujar Darmadi kepada KONTAN, Rabu (19/11).