Biaya bengkak, PLTU Ropa mangkrak



ENDE. Program pembangunan pembangkit listrik 10.000 Megawatt (MW) tahap pertama yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2006 lalu tak kunjung tuntas. Hingga tahun 2013 ini, baru separuh pembangkit listrik tenaga uap di PLN Wilayah Operasi Indonesia Timur yang bisa beroperasi pada tahun 2013.

Banyak kendala yang dihadapi, salah satu kendalanya adalah terkait mutu dari komponen pembangkit listrik tenaga uap yang terbilang rendah. Pekan lalu, KONTAN mengunjungi salah satu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Ropa dengan kapasitas 2x7 MW di Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, yang terletak dekat daerah rawa di tepi pantai utara pulau Flores.

Pembangunan PLTU Ropa ini dimenangkan oleh konsorsium anak usaha PT Pembankitan Jawa Bali, PT Rekadaya Elektrika, dan perusahan asal Cina Shandong Machinery I & E Group Corporation pada tahun 2008 dengan nilai proyek Rp 94,74 miliar.


Lima tahun sejak ditandatangani kontraknya, PLTU Ropa ini tak kunjung beroperasi. Padahal, sejak awal dicanangkan, pemerintah menargetkan, pembangunan pembangkit listrik yang masuk dalam program pembangkit listrik 10.000 MW tahap I tersebut harus diselesaikan dalam waktu antara 3,5 sampai 4 tahun.

Manager Bidang Operasi dan Konstruksi XI Pembangkitan dan Jaringan Nusa Tenggara Kunto Nugroho mengatakan, keterlambatan proyek pembangunan PLTU Ropa ini karena di tengah jalan kontraktor PT Rekadaya Elektrika dan Cina Shandong kekurangan anggaran dalam membangun PLTU Ropa. Akibatnya, PLN Pusat harus turun tangan membantu pembiayaan.

Penyebabnya, anggaran proyek ternyata membengkak di tengah jalan. Dari kontrak awal proyek sebesar Rp 94,74 miliar, belakangan menggelembung menjadi Rp 150 miliar. "Waktu itu, dana saat kontrak awal gak mencukupi untuk membangun PLTU Ropa," terang dia. Senin (21/10).Kendala pendanaan ini berujung pada kegiatan proyek sekian lama mangkrak sehingga banyak sekali peralatan dan komponen pembangunan PLTU Ropa yang rusak. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini