KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja Bank Pembangunan Daerah (BPD) tidak begitu menggembirakan pada Juli 2024. Sejumlah BPD di periode ini mencatat penurunan laba secara tahunan. Hal ini disebabkan pendapatan bunga bersihnya menyusut karena beban bunga yang semakin besar. Di sisi lain, biaya kredit juga meningkat karena pemupukan pencadangan untuk mengantisipasi peningkatan risiko kredit. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mencatat adanya penyusutan pada laba kelompok bank pembangunan daerah (BPD) pada Juni 2024 lalu sebesar 5,41% secara tahunan atau
year on year (yoy) menjadi Rp6,82 triliun dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp7,21 triliun.
Baca Juga: Mulai Januari 2025, Beban Bank akan Bertambah untuk Premi Restrukturisasi Perbankan Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) sekaligus Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyebut, jika mengamati perkembangan kinerja BPD sampai dengan Juli 2024 kemarin memang masih adanya tekanan pada bottom line. "Beban bunga jika dibandingkan dengan tahun lalu masih menjadi penyebab utama nya, meskipun sudah cenderung melandai secara month on month," ujar Yuddy kepada Kontan.co.id, Senin (9/9). Adapun Bank BJB hanya mencetak laba bersih sebesar Rp 775,42 miliar pada Juli 2024, turun 26,43% secara tahunan atau year on year (yoy) dibanding periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 1,05 triliun. Sepanjang tujuh bulan pertama tahun ini, bank BJB juga hanya membukukan pendapatan bunga bersih sebesar Rp 3,60 triliun atau susut 10,95% yoy. Sedangkan beban provisinya meningkat 12,95% menjadi Rp 851,70 miliar secara tahunan. Yuddy mengatakan, di bank BJB sendiri sampai dengan juli 2024 lalu merasakan hal serupa, bottom line masih tertekan oleh biaya dana yang meningkat dibandingkan tahun lalu. "Namun demikian ekspektasi turun nya suku bunga acuan dalam waktu dekat akan memberikan ruang bagi perbankan dalam hal ini BPD untuk mulai meningkatkan net interest income," katanya.
Baca Juga: Taswin Zakaria Dicalonkan Jadi Komisaris Utama Bank BJB dalam RUPSLB Hari Ini (5/9) Hingga akhir tahun pihaknya memproyeksikan bisnis dalam hal kredit dapat tumbuh sekitar 6%-8%, dengan DPK yang dijaga pada level LDR optimal sampai dengan 92%. "Kuncinya ekspansi bisnis yang dilakukan harus terjaga kualitasnya agar CKPN tidak menjadi tekanan tambahan terhadap laba. Di sisi lain sumber-sumber pendapatan lain mulai dari
fee based income hingga pendapatan dari
recovery juga terus didorong," jelasnya. Lalu, ada Bank Jateng yang mengalami penurunan laba bersih sebesar 18,67% menjadi Rp 695,74 miliar pada Juli 2024. Menyusutnya laba tersebut sejalan dengan penurunan
net interest income (NII) sebesar 2,30% dan peningkatan beban provisi hingga 7,57%. Selanjutnya, Bank Jatim mencatatkan penyusutan laba secara tahunan 14,05% menjadi Rp 703,31 miliar pada Juli 2024. Pendapatan bunga bersihnya masih naik dan pendapatan non bunganya meningkat. Direktur Keuangan, Treasury and Global Service Bank Jatim Edi Masrianto mengatakan, tantangan BPD memang ada pada kenaikan suku bunga, yang menyebabkan meningktnua cadangan yang bisa mempengaruhi laba. "Untuk proyeksi di Desember 2024 sendiri, Bank Jatim sudah melakukan analisa secara internal, dan secara keseluruhan akan menunjukkan perkembangan secara tahunan yang positif, baik dari proyeksi laba, kredit maupun DPK," kata Edi. Hal ini kata Edi dikarenakan salah satunya adalah adanya perbaikan ekonomi secara nasional, yang terjadi karena telah terlaksananya pemilihan umum serentak, serta dilantiknya presiden baru pada tahun 2024 dapat mempengaruhi ekonomi nasional melalui berbagai saluran kebijakan, persepsi pasar, dan stabilitas politik. Berbeda dengan Bank BPD DIY membukukan laba bersih sebesar Rp 232,1 miliar pada Julo 2024 tumbuh 6,5% yoy. Pertumbuhan kinerja perseroan antara lain ditopang oleh manajemen aset dan liabilitas yang berimbang dari penyaluran kredit yang berkualitas. Selain itu, struktur dana bank ini juga didominasi dana murah (CASA) sehingga mampu optimal dalam mencetak margin. Perkembangan kredit Bank BPD DIY per Juli 2024 naik 12% yoy dengan DPK per Juli naik 8,81% yoy dari Rp 13,29 triliun di Juli 2023 menjadi Rp 14,46 triliun di Juli 2024.
Agus Tri Murjanto, Direktur Bank BPD DIY mengatakan, faktor pendorong pertumbuhan kinerja perseroan yakni dari sisi pertumbuhan kredit UMKM, salah satunya melalui KUR. "Untuk produktif kami banyak membiayai rekanan pemerintah yang mengerjakan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa. Utk DPK kami mengoptimalkan dari dana-dana Perguruan Tinggi Negeri dan swasta, sekolah. Dana desa, tabungan retail masyarakat dan anak sekolah," ucapnya. Agus menyebut, pertumbuhan kredit pada tahun ini akan tercapai sesuai target yang ditetapkan yaitu sebesar 11%-12%. Pertumbuhan kredit didorong oleh sektor UMKM, perantara keuangan dan proyek infrastruktur (proyek proyek APBD/APBN). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi