KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren biaya dana atau
cost of fund (CoF) yang tinggi masih akan menekan kinerja profitabilitas perbankan sampai akhir tahun 2024. Pasalnya, suku bunga acuan juga masih bertengger di level 6%. Para bankir menyebut, penurunan suku bunga acuan (BI rate) oleh Bank Indonesia dari sebelumnya 6,25% menjadi 6% juga tidak berpengaruh pada tren beban bunga yang tinggi di industri perbankan. Di sisi lain, tren bunga tinggi menjadi momen yang menarik bagi nasabah yang memiliki dana besar untuk menawar atau meminta
special rate kepada bank.
Baca Juga: Jelang Akhir Tahun, Kredit Menganggur Perbankan Masih Menggunung Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2024, Bank KBMI 4 menjadi yang tertinggi mengalami pembengkakan beban CoF, yakni mencapai 39,80% yoy. Disusul oleh Bank KBMI 2 dengan kenaikan CoF sebesar 25% yoy. Sementara Bank KBMI 3 naik 23,70% yoy, dan KBMI 1 naik 9,30% yoy. Akibat CoF yang tinggi ini, kenaikan profitabilitas perbankan ikut tertekan, dimana pendapatan bunga bersih hanya tumbuh tipis, bahkan di antaranya ada yang menurun. Ini juga yang menyebabkan laba bersih bank besar tumbuh mini, dan laba bersih bank bermodal mini justru Sebagian besarnya mengalami penurunan. Salah satu penyebab bank besar mengalami kenaikan CoF adalah lantaran komposisi dana deposito yang hampir sama besarnya dengan komposisi dana segmen tabungan. Di sisi lain dana giro juga lebih besar dari komposisi deposito, namun umumnya ini juga biasanya adalah dana-dana milik nasabah korporasi dan institusi. Alhasil komposisi nasabah yang dimiliki korporasi tentunya lebih mendominasi dibandingkan dana nasabah perorangan yang umumnya merupakan sumber dana murah Rinciannya, Bank KBMI 4 memiliki komposisi deposito sebesar 26,15%, dan Giro sebesar 33,95%, sementara Tabungan hanya 39,89% porsinya dari total DPK. Merespons hal tersebut, PT Bank Mandiri Tbk selaku salah satu bank KBMI 4 membenarkan tren mahalnya CoF masih terus berlanjut sampai akhir tahun. "Kami menyadari bahwa kenaikan CoF sejalan dengan kondisi
higher for longer menjadi tantangan bagi seluruh industri perbankan, termasuk Bank Mandiri. Tren ini diproyeksikan masih berlanjut hingga akhir tahun, salah satunya dipengaruhi oleh kondisi likuiditas yang ketat di pasar," ungkap Antonius Kunta Widyatmaka, SVP Strategi and Performance Management Bank Mandiri kepada Kontan, Rabu (11/12).
Baca Juga: Sejumlah Bank dengan Aset Terbesar Beberkan Target Pertumbuhan Kredit di 2025 Namun demikian, Kunto menyebut pihaknya optimistis dapat menjaga profitabilitas dengan tetap fokus pada pengelolaan aset produktif yang memiliki margin optimal, khususnya pada segmen kredit dengan terus memprioritaskan pertumbuhan yang berkualitas. Serta meningkatkan pendapatan non-bunga (FBI) dan melakukan efisiensi operasional untuk memastikan kinerja yang solid. Basis dana murah (CASA) akan diperkuat dengan mengoptimalkan CASA transaksional antar nasabah baik individu dan korporasi, didukung oleh platform digital. Strategi ini bertujuan untuk menjaga tekanan CoF tetap terkendali sekaligus memastikan kecukupan likuiditas guna mendukung pertumbuhan bisnis dan operasional Bank secara berkelanjutan. Sementara itu Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi menanggapi salah satu faktor terbesar dari tingginya beban CoF di KBMI 2 adalah permintaan
special rate lebih tinggi dari yang ditawarkan di market oleh nasabah individu dan korporasi yang memiliki dana besar. Ini juga yang menurut Yuddy masih menekan perbankan sampai akhir tahun. "Permintaan suku bunga pun lebih tinggi baik dari nasabah individu dan institusi. Nasabah institusi pada umumnya meminta tingkat suku bunga lebih tinggi kepada bank dengan tingkat KBMI yg lebih rendah, hal ini berkaitan dengan
risk premium yang dilakukan dalam analisis investasi mereka," ungkap Yuddy kepada Kontan, Rabu (11/12). Sampai dengan akhir tahun Yuddy memperkirakan suku bunga ini akan tetap berada pada level yg tinggi, namun demikian ia menyebut setiap bank sudah melakukan proyeksi dan dicantumkan dalam rencana bisnis bank (RBB) agar tak mengganggu profitabilitas. Sebagai contoh dengan mendorong CASA dan sumber-sumber pendapatan berbasis komisi untuk berkontribusi lebih besar terhadap profitabilitas bank. Senada, di KBMI 3 PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) juga menilai hal yang sama. Direktur Distribution and Funding BTN, Jasmin menyatakan sampai akhir tahun kondisi likuiditas ketat juga akan membuat CoF tetap tinggi "Penyumbang CoF yang tinggi memang dari produk deposito yang sangat sensitif terhadap bunga," ungkapnya kepada Kontan. Kiranya saat likuditas ketat, bank juga harus tetap mencari sumber pendanaan dengan menawarkan bunga kompetitif kepada nasabahnya agar mereka tertarik menempatkan dananya. Direktur Bisnis Bank J Trust Indonesia, Widjaja Hendra menyatakan, mau tak mau bank memang menggunakan cara penawaran bunga tinggi agar tetap bisa bersaing di pasar, salah satunya bunga deposito. Ini juga yang membuat komposisi dana deposito masih mendominasi di bank sendiri "Jadi kita sangat harapkan CoFa ini tidak naik lebih tinggi daripada posisi kita saat ini. Kita akan jaga di situ. Namun pertumbuhan DPK pasti akan tetap didominasi oleh Deposito. Karena kalau kita lihat memang mayoritas orang Indonesia ini memiliki satu tipikal seperti petani bunga yang lebih suka bunga bank, ini juga upaya bank biar kompetisi menghimpun DPK di industri itu bisa bersaing," ungkapnya kepada Kontan.
Di sisi lain Widjaja menyebut pihaknya akan tetap mengontrol agar CoF tidak menekan profitabilitas, yakni dengan menyalurkan kredit ke segmen yag lebih potensial dan tepat sasaran agar pendapatan bunga kredit juga meningkat, serta pendapatan non bunga juga jadi upaya bank untuk mendorong kinerja profitabilitas untuk mengimbangi tekanan CoF.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi