Biaya di sektor hulu menjadi tantangan pengembangan panas bumi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya mendorong panas bumi demi memenuhi target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) menemui tantangan yang tidak mudah.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengungkapkan ada sejumlah hal yang selama ini diklasifikasikan sebagai hambatan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia.

Satya menjelaskan, harga listrik dinilai menjadi hambatan pasalnya PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai solo off-taker tercatat meminta harga yang lebih murah dari yang diterapkan saat ini sebesar US$ 7 cent per kWh. "PLN minta (lebih) murah lagi. Dari sisi upstream (hulu) komponen biaya yang tinggi," kata Satya dalam diskusi virtual, Senin (1/3).


Baca Juga: Pembentukan holding panas bumi dinilai jadi strategi kejar target RUEN

Satya melanjutkan, dengan tantangan yang juga timbul dari sisi hulu, sejumlah pelaku industri meminta pemberlakuan kontrak mengadopsi skema cost recovery seperti di industri minyak dan gas bumi (migas).

Satya menjelaskan, hal ini menjadi masukan bagi pemerintah terlebih mengingat jumlah potensi yang mencapai 29 Giga Watt (GW) sementara pemanfaatan baru mencapai sekitar 2.130 Mega Watt (MW).

Tantangan lainnya yakni lokasi pengembangan panas bumi yang masuk dalam kawasan hutan lindung. Selain itu, Satya menambahkan perlu ada penjelasan kepada masyarakat terkait pengembangan panas bumi. Satya mengungkapkan pengembangan panas bumi juga kerap menemui penolakan dari masyarakat.

"Perlu satu pemahaman supaya tidak ada penolakan dari masyarakat. Ada daerah yang perlu kearifan lokal. Harus sosialisasikan ke masyarakat supaya acceptance tinggi," pungkas Satya. 

Selanjutnya: Menteri ESDM: Smart Grid penting dalam pengembangan kendaraan listrik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .