Biaya interkoneksi pola simetris dinilai belum pas



JAKARTA. Penurunan biaya interkoneksi dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204 per menit dengan pola simetris yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai tidak memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia.

Pasalnya biaya interkoneksi yang ditetapkan pemerintah tersebut berada di bawah harga pokok penjualan (HPP), sehingga operator pemilik jaringan akan dirugikan. Sedangkan, operator pengguna jaringan akan diuntungkan oleh kebijakan penurunan tarif interkoneksi tersebut.

Hal itu selain berpotensi menciptakan persaingan tidak sehat, juga dapat menghambat pertumbuhan pembangunan jaringan telekomunikasi. “Operator pengguna jaringan hanya mengeluarkan biaya interkoneksi yang ditetapkan pemerintah. Dan pada akhirnya akan mengakibatkan operator yang malas membangun akan semakin malas membangun,” kata pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi, Senin (15/8).


Hal senada diungkapkan Ian Joseph Matheus Edward, Ketua Program Studi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB). Kata dia, selain menggunakan metode perhitungan cost base, seharusnya dalam penetapan biaya interkoneksi, pemerintah harus memasukan biaya pembangunan (capex), unsur resiko, quality of service dan biaya operasional.

Ian menjelaskan capex untuk pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah yang rural, remote area dan terpencil memakan biaya yang tidak sedikit. Sehingga menurut Ian sangat tidak fair jika pemerintah menetapkan biaya interkoneksi dengan pola simetris.

Memang secara teoritis, penetapan tarif interkoneksi secara pola simestris akan mencapai efisiensi di pasar. Namun dengan satu syarat yaitu coverage jaringan sudah menjangkau seluruh wilayah di suatu negara dan mencapai keseimbangan jaringan antar operator.

Jika keseimbangan jaringan belum terpenuhi, kebijakan penetapan tarif interkoneksi secara simetris akan menyebabkan blunder bagi industri telekomunikasi. Tidak hanya menghambat pembangunan jaringan, tetapi juga menciptakan persaiangan tidak sehat, sehingga tidak sesuai dengan tujuan pemerintah dalam menetapkan tarif interkoneksi.

Hampir semua negara-negara Eropa memang sudah menetapkan tarif interkoneksi secara simetris lantaran tingkat coverage jaringan sudah mencapai antara 90% hingga 100%. Swiss dan Kroasia sudah mencapai 100%, Austria, Yunani, Portugal dan Perancis 99%, Italia dan Spanyol 98%, Inggris 95%, dan Jerman 92%. Demikian pula dengan dua negara Asean, Thailand sudah mencapai 97% dan Malaysia 95%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan