JAKARTA. Penurunan biaya interkoneksi dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204 per menit dengan pola simetris yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai tidak memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya biaya interkoneksi yang ditetapkan pemerintah tersebut berada di bawah harga pokok penjualan (HPP), sehingga operator pemilik jaringan akan dirugikan. Sedangkan, operator pengguna jaringan akan diuntungkan oleh kebijakan penurunan tarif interkoneksi tersebut. Hal itu selain berpotensi menciptakan persaingan tidak sehat, juga dapat menghambat pertumbuhan pembangunan jaringan telekomunikasi. “Operator pengguna jaringan hanya mengeluarkan biaya interkoneksi yang ditetapkan pemerintah. Dan pada akhirnya akan mengakibatkan operator yang malas membangun akan semakin malas membangun,” kata pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi, Senin (15/8).
Biaya interkoneksi pola simetris dinilai belum pas
JAKARTA. Penurunan biaya interkoneksi dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204 per menit dengan pola simetris yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai tidak memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya biaya interkoneksi yang ditetapkan pemerintah tersebut berada di bawah harga pokok penjualan (HPP), sehingga operator pemilik jaringan akan dirugikan. Sedangkan, operator pengguna jaringan akan diuntungkan oleh kebijakan penurunan tarif interkoneksi tersebut. Hal itu selain berpotensi menciptakan persaingan tidak sehat, juga dapat menghambat pertumbuhan pembangunan jaringan telekomunikasi. “Operator pengguna jaringan hanya mengeluarkan biaya interkoneksi yang ditetapkan pemerintah. Dan pada akhirnya akan mengakibatkan operator yang malas membangun akan semakin malas membangun,” kata pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi, Senin (15/8).