KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Jokowi mengatakan biaya logistik Indonesia masih sedikit lebih tinggi dibanding dengan negara-negara lain. Ia pun mengingatkan 10 tahun lalu biaya logistik RI mencapai 24% terhadap PDB, sementara negara lain sudah di level 9%-12%. “Sekarang biaya logistik kita sudah turun kurang lebih 14%. Sudah turun, tetapi masih tetap sedikit lebih tinggi dari negara-negara lain, ini menjadi PR kita bersama,” kata Jokowi saat meresmikan Makassar New Port dipantau dari
Youtube Kompas TV, Kamis (22/2) lalu. Sementara itu, Direktur Utama Samudera Indonesia (
SMDR), Bani Maulana Mulia mengamini biaya logistik Indonesia memang lebih tinggi dibandingkan negara tetangga. Menurutnya, ada sejumlah faktor penyebab mengapa biaya logistik Indonesia masih kalah dengan negara lainnya.
"Intinya kalah efisien dalam konektivitas, mulai dari kemacetan transportasi logistik, rendahnya produktivitas pelabuhan, infrastruktur tidak merata dan tidak sesuai kapasitas dan faktor lainnya. Masalah-masalah klasik ini sudah lama menjadi faktor penyebab kalahnya daya saing Indonesia dibandingkan negara tetangga," kata Bani kepada Kontan, Jumat (23/2) malam.
Baca Juga: Ekspansif, Samudera Indonesia (SMDR) Berencana Tambah 12 Kapal pada Tahun Ini Bani melihat, persaingan ongkos logistik bakal memengaruhi daya saing Indonesia terhadap negara lain, sehingga daya saing produk kalah secara faktor biaya logistik. Namun, daya saing produk itu juga disebabkan faktor lainnya, seperti biaya tenaga kerja, biaya atau ketersediaan bahan baku dan juga target pasar. "Mungkin ada negara lain yang secara ongkos logistik lebih efisien tapi secara pasar domestiknya jauh lebih kecil dari Indonesia. Sementara, Indonesia jelas menang di pasar yang besar hampir 300 juta jiwa penduduk. Jadi tetap ada daya saing juga dibandingkan negara-negara yang lebih maju infrastrukturnya," ucapnya. Bani berpendapat, tahun 2024 akan menjadi tahun penuh tantangan dan peluang. SMDR optimistis kinerja akan tahun ini tetap stabil.
"Pasar
supply demand kapal di 2024 cenderung fluktuatif. Banyak pengaruh kondisi geopolitik dan juga faktor ketersediaan kapal baru dan laju pertumbuhan perdagangan global. Kami tidak menargetkan tingkat pertumbuhan kinerja yang tinggi, tapi kami optimis bisa menjaga hasil yang baik di 2024," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari