Biaya piala dunia US$ 11 miliar



RIO DE JANEIRO. Menjadi tuan rumah Piala Dunia merupakan prestise tersendiri buat Brasil. Makanya, negara yang dikenal akrab dengan sepakbola ini berani menggelontorkan dana dengan jumlah cukup fantastis demi menggelar turnamen sepakbola empat tahunan ini.

Mengutip CNBC, ajang kompetisi sepakbola dunia yang melibatkan 32 negara ini menghabiskan duit hingga US$ 11 miliar. Jumlah ini adalah biaya termahal selama Piala Dunia digelar dalam 84 tahun terakhir. Estimasi sementara, jumlah pendapatan yang dikantongi oleh FIFA US$ 4,65 miliar, 65% diantaranya berasal dari hak siar televisi.

Padahal, tahun 2010 lalu, Afrika Selatan hanya menghabiskan dana US$ 4 miliar sebagai tuan rumah Piala Dunia. Di tahun 2010, jumlah pendapatan yang dihasilkan FIFA sebesar US$ 3,65 miliar. Jumlah itu termasuk US$ 2,4 miliar dari hak siar televisi.


Pengeluaran yang cukup besar ini tak mendapat restu dari masyarakat. Banyak warga Brasil turun ke jalan dan protes tentang penggunaan anggaran negara hanya untuk membangun stadion.

Bahkan, untuk membangun Stadion Estadio Nacional di Brasilia, nilai investasinya mencapai US$ 900 juta. Stadion ini paling mahal kedua di dunia setelah Stadion Wembley, London di Inggris yang dibangun seharga US$ 1,25 miliar. Ironisnya, setelah Piala Dunia 2014 berakhir, tak ada satupun tim lokal Brasil yang akan menggunakan stadion tersebut.

Masyarakat yang melancarkan aksi protes menilai, seharusnya, anggaran negara dibelanjakan untuk perbaikan layanan publik di bidang kesehatan, pendidikan dan transportasi yang masih minim di Brasil.

Di sisi lain, beberapa stadion yang dibangun oleh Brasil masih belum selesai. Bahkan, beberapa stadion juga masih belum layak pakai untuk bertanding. Tak heran jika tuduhan korupsi pun langsung menyeruak.

Perhelatan Piala Dunia di Brasil memang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Negeri Samba tersebut. Tetapi ini hanya berlaku untuk satu bulan setelah turnamen ini selesai. Di jangka panjang, pertumbuhan ekonomi Brasil akan di bawah rata-rata dunia yang mencapai 4%.

Editor: Fitri Arifenie