KONTAN.CO.ID - Beberapa pihak secara tegas menolak pengenaan biaya isi ulang (top up) uang elekronik. Penolakan ini seiring rencana Bank Indonesia (BI) menerapkan biaya isi ulang uang elektronik sebesar Rp 1.500 sampai Rp 2.000. Bagi pengamat perbankan, Sigit Pramono pengenaan biaya isi ulang elektronik ini memang seharusnya tidak boleh dikenakan selamanya. "Saran saya dalam waktu 2 sampai 3 tahun ke depan, BI sebaiknya membebaskan biaya top up uang elektronik," kata Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Senin (18/9). Menurut Sigit dalam jangka pendek BI bisa mengatur pengenaan biaya top up uang elektronik ini. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai biaya top up ini bisa memberatkan masyarakat. Yang jelas, pungutan biaya top up uang elektronik ini berlawanan dengan upaya mengurangi penggunaan uang tunai di masyarakat. Sigit menilai, untuk memacu penggunaan transaksi non tunai, pemerintah seharusnya memberikan insentif penggunaan uang elektronik bukan malah dibebankan biaya. Jika BI kekeuh ingin menerapkan biaya top up uang elektronik ke masyarakat, alangkah baiknya jika dalam dua sampai tiga tahun ke depan regulator memberikan moratorium dengan mencabut biaya ini dan memberikan bebas biaya top up sebagai gantinya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Biaya top up uang elektronik cukup sementara
KONTAN.CO.ID - Beberapa pihak secara tegas menolak pengenaan biaya isi ulang (top up) uang elekronik. Penolakan ini seiring rencana Bank Indonesia (BI) menerapkan biaya isi ulang uang elektronik sebesar Rp 1.500 sampai Rp 2.000. Bagi pengamat perbankan, Sigit Pramono pengenaan biaya isi ulang elektronik ini memang seharusnya tidak boleh dikenakan selamanya. "Saran saya dalam waktu 2 sampai 3 tahun ke depan, BI sebaiknya membebaskan biaya top up uang elektronik," kata Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Senin (18/9). Menurut Sigit dalam jangka pendek BI bisa mengatur pengenaan biaya top up uang elektronik ini. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai biaya top up ini bisa memberatkan masyarakat. Yang jelas, pungutan biaya top up uang elektronik ini berlawanan dengan upaya mengurangi penggunaan uang tunai di masyarakat. Sigit menilai, untuk memacu penggunaan transaksi non tunai, pemerintah seharusnya memberikan insentif penggunaan uang elektronik bukan malah dibebankan biaya. Jika BI kekeuh ingin menerapkan biaya top up uang elektronik ke masyarakat, alangkah baiknya jika dalam dua sampai tiga tahun ke depan regulator memberikan moratorium dengan mencabut biaya ini dan memberikan bebas biaya top up sebagai gantinya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News