Biaya Utang Berpotensi Naik di 2025?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mematok yield surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun di 7,1%. Proyeksi tersebut diperkirakan akan memberikan tekanan bagi penerbitan obligasi korporasi. 

Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana mengatakan bahwa pemerintah cenderung berhati-hati untuk tahun 2025. Terlihat dari ekspektasi nilai tukar rupiah yang diperkirakan di Rp 16.100 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Ini menunjukkan pemerintah sedikit berhati-hati terhadap stabilitas nilai tukar dan antisipasi current account yang defisit di tahun depan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (21/8).


Dengan asumsi itu, yield SBN 2025 dipatok di level 7,1%. Fikri berpandangan jika yield mencapai level itu maka akan memberatkan bagi korporasi maupun pemerintah.

Baca Juga: Dolar AS Sentuh Level Terendah Tahun Ini Terhadap Euro, Pasar Menunggu Pidato Powell

Head of Economic Research Division Pefindo Suhindarto menyebutkan kupon surat utang korporasi akan memakai surat utang pemerintah sebagai benchmark-nya. "Jika yield dari SBN masih tetap dipatok tinggi, biaya dana bagi korporasi juga akan mengikuti," terangnya.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menerangkan bahwa sentimen di pasar obligasi akan mix pada tahun depan. Sentimen positif datang dari pemangkasan suku bunga, sementara sentimen negatif dari suplai di pasar obligasi yang akan meningkat.

Namun, ia meyakini potensi yield mencapai level 7,1% cenderung mini. Sebab, the Fed diperkirakan akan memangkas suku bunganya sebesar 50bps tahun ini dan 75bps di 2025. Hal itu memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunganya.

Selain itu saat membuat RAPBN 2025, pemerintah belum mempertimbangkan pemangkasan suku bunga. "Jadi saya melihat ada potensi akan ada APBN perubahan karena beberapa asumsi dan dari postur belum menyesuaikan dengan RPJMN dan RKAP setelah presiden terpilih," ujarnya.

Baca Juga: Mengerek Utang untuk Menambal Defisit Anggaran

Josua juga berkaca pada tahun ini, yang mana juga terjadi pelebaran defisit, tetapi pemerintah mampu menjaga penerbitan obligasi di semester II tidak meningkat. Alhasil, ditambah dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga yield kembali turun.

Dari sisi nilai tukar, lanjutnya, dengan kondisi ekonomi saat ini rupiah akan berada di kisaran Rp 15.500 per dolar AS-Rp 15.900 per dolar Amerika Serikat (AS) di 2024. Lalu pada tahun depan berdasarkan perhitungannya diperkirakan pada kisaran Rp 14.900 per dolar AS-Rp 15.300 per dolar AS.

Berdasarkan hal itu, Josua berpendapat yield yang ideal berada di bawah 7%. "Sekitar 6,3%-6,6%," sebut dia.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto mengatakan bahwa derasnya inflow asing dan likuiditas yang masih baik turut memberikan efek terhadap pergerakan yield.

Jika kondisi saat ini berlanjut, ia memproyeksikan yield SBN di tahun 2025 akan berada di kisaran 6%-6,5%. "Saat ini hanya tinggal tunggu waktu saja yield menuju 6,5%," imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati