Bidik korupsi, KPK periksa kekayaan pejabat Kaltim



SAMARINDA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah bertandang ke Samarinda, Kalimantan Timur, untuk aksi supervisi pertambangan, Kamis (13/3/2014). Selain melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat, KPK juga memeriksa harta kekayaan sejumlah pejabat. Dalam supervisi tersebut, rombongan KPK menyertakan tim dari Direktorat Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Direktur Litbang KPK Roni Dwi Susanto mengatakan, tim LHKPN yang diturunkan merupakan salah satu pemeriksaan fungsi pencegahan. Terkait tambang, kata Roni, kegiatan KPK menurunkan tim LHKPN ke lapangan merupakan yang pertama kali. "Baru kita lakukan sekarang ini (menurunkan Tim LHKPN). Misalnya si A punya gaji 100, tapi kekayaannya 10.000, tentu patut dicurigai. Makanya diperiksa supaya jelas," kata Roni, Kamis. Menurut Roni, pemeriksaan kekayaan kepala daerah dan pejabat tersebut bertujuan membidik perizinan tambang. Dia mengatakan saat ini perizinan tambang telah menjadi celah korupsi oleh para pejabat di daerah. "Menerbitkan IUP, tapi syaratnya tidak sesuai undang-undang, nah ini sudah bisa dikategorikan kejahatan. Padahal, dalam UU, dijelaskan bahwa SDA untuk kemakmuran rakyat. Kalau yang makmur hanya segelintir orang, ya berarti ada potensi mengarah ke tindak pidana korupsi," papar Roni. Beberapa bupati, kata Roni, telah blak-blakan menerima aliran dana terkait pemberian izin usaha pertambangan. Meski demikan, tak sedikit pula yang mengatakan permasalahan aliran dana itu bermula dari tidak adanya royalti dari perusahaan tambang ke daerah. Sebaliknya perusahaan mengaku tak membayar royalti karena telah mengeluarkan banyak uang saat mengurus perizinan dan kepala daerah pun kemudian enggan menagih. "Keengganan para pengusaha tambang membayar royalti, jamrek, dan sebagainya, diduga disebabkan besarnya biaya yang telah dikeluarkan pengusaha guna mendapatkan perizinan. Soal pengakuan bupati/wali kota, ada yang mengaku. Tapi, bukan dari Kaltim. Mereka menerima dana, tapi siap menutup izin yang pernah diberikan dan mengembalikan semua yang didapatkan," papar Roni. Roni tak menampik potensi kerugian negara dari salah kelola sektor pertambangan cukup besar. "Ada IUP di Samarinda yang luasnya hanya 100 hektar, tapi tidak membayar PNBP sebesar 8 juta dollar AS. Banyak kok contohnya di depan mata," sebutnya. Sebelum memutuskan melakukan supervisi di Kaltim, ujar Roni, KPK sudah lebih dulu melakukan kajian mendalam terkait potensi korupsi di sektor pertambangan. "Saya sering bilang, KPK bicara bukan cara mengelola pertambangan, tapi apakah tambang yang dikelola ada potensi korupsinya apa tidak? KPK ini lembaga khusus menangani korupsi," kata dia. Jadi, lanjut Roni, salah jika KPK masuk ke daerah yang tidak ada korupsinya. "KPK juga melakukan supervisi kasus-kasus pertambangan yang kini ditangani penegak hukum lokal. Kami ada korps pencegahan dan penindakan. Tugasnya melakukan supervisi kasus-kasus tambang di kejaksaan dan kepolisian. Semua sudah ada aturannya," papar dia. (Yovanda Noni)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan