Bikin badan regulasi demi koneksi ATM



JAKARTA. Pembentukan National Payment Gateway (NPG) terus bergulir. Yang terbaru, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) mengusulkan agar model bisnis dengan menyatukan standar sistem antarperusahaan switching dalam negeri.

Dalam rapat tertutup antara Bank Indonesia (BI) dengan perusahaan switching, Senin lalu (31/10), ASPI menyampaikan pendapat agar semua operator pembayaran tetap beroperasi sendiri-sendiri, bukan melebur menjadi satu.

Namun, mereka akan membentuk satu principal yang akan menentukan aturan main bersama. "Setiap perusahaan switching juga saling terkoneksi sehingga bisa terjadi pertukaran data," kata Ketua Umum ASPI Budi Gunadi Sadikin, Kamis (3/11).


Model bisnis ini menjadi pembanding atas usulan sebelumnya. Sebelumnya, bank sentral mewacanakan dua model NPG, yakni peleburan semua perusahaan switching menjadi satu atau membentuk super switching yang akan mengoneksikan semua operator ATM.

Opsi ini meniscayakan adanya super institusi yang mengkoordinasi switching. Ada dua skenario kepemilikan. Pertama, di bawah ASPI; Kedua, bauran antara perbankan dan industri. Opsi ini kurang berkenan di hati industri.

Budi menjelaskan, principal yang akan mereka bentuk itu hampir mirip dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) di industri telekomunikasi. "Prinsipal ini yang akan menentukan standar apa saja yang harus diipenuhi perusahaan switching," ujarnya, Kamis (3/11)

BI mendorong NPG untuk meningkatkan efisiensi dalam sistem pembayaran. BI berharap negeri ini memiliki lembaga semacam China Union Pay, di mana semua bank bertransaksi melalui jaringan tersebut. "BI ingin Indonesia punya national single issuer, sebagai gerbang pembayaran dengan luar negeri," tambahnya.

Saat ini ada 4 perusahaan switching. Yakni, PT Artajasa Pembayaran Elektronik (ATM Bersama), PT Rintis Sejahtera (ATM Prima), PT Daya Network Lestari (Alto) dan PT SigmaCipta Caraka (Link).

Penyatuan empat perusahaan itu tergolong sulit karena semua operator merupakan perusahaan swasta. Ini berbeda dengan NPG di Malaysia yang perusahaan switching-nya dikelola pemerintah.

Direktur Rintis Sejahtera Iwan Setiawan mengatakan interkoneksi antarperusahaan switching bisa menjadi salah satu model dalam pembentukan NPG. "Kami percaya kompetisi yang sehat bisa menciptakan daya saing," ujarnya.

BI menilai gagasan ASPI ini belum final. Ardhayadi Mitroatmodjo, Deputi Gubernur BI menegaskan, belum menerima model bisnis NPG dari ASPI. Makanya, ia enggan memastikan apakah BI akan menerima atau tidak opsi itu. "Target BI sebelum 2015, NPG terbentuk," katanya. Ini sesuai pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: