Bikin Penerimaan Tertekan, Kemenkeu Bakal Evaluasi Skema Restitusi Pajak



KONTAN.CO.ID-JAKARTA Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa restitusi pajak merupakan hak wajib pajak (WP) yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan dan wajib dihormati oleh pemerintah.

Namun demikian, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa pemerintah tetap akan melakukan evaluasi kebijakan secara berkala untuk memastikan dampaknya terhadap penerimaan negara.

"Ini kan pasti setiap tahun kita melihat dan pasti akan evaluasi," ujar Febrio kepada awak media di Jakarta, Selasa (23/12).


Ia menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mencermati adanya konsekuensi fiskal yang cukup signifikan dari sejumlah kebijakan, salah satunya terkait sektor batubara pasca berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.

Baca Juga: UMP 2026 Naik, Pekerja Bergaji Minimum Masuk Radar Pajak

Ia menambahkan bahwa restitusi yang timbul membuat penerimaan pajak bersih menjadi relatif terbatas.

"Karena ada restitusinya itu membuat penerimaan pajaknya terbatas. Nah ini yang kita evaluasi kebijakannya," katanya.

Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi kebijakan secara menyeluruh, termasuk melalui pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam diskusi tersebut, pemerintah menyampaikan bahwa kebijakan seperti Bea Keluar (BK) batubara dapat tetap disetujui, dengan catatan utama bahwa penerimaan negara harus dapat ditingkatkan.

Untuk diketahui, realisasi restitusi pajak hingga November 2025 melonjak signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), nilai restitusi pajak mencapai Rp 351,05 triliun, meningkat 35,5% secara tahunan (year on year/YoY).

Besaran restitusi tersebut dihitung dari selisih antara realisasi penerimaan pajak bruto dan realisasi pajak neto.

Hingga November 2025, penerimaan pajak bruto tercatat sebesar Rp 1.985,48 triliun, sementara realisasi pajak neto mencapai Rp 1.634,43 triliun.

Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu atau hingga November 2024, realisasi pajak bruto tercatat Rp 1.947,65 triliun dengan realisasi neto sebesar Rp 1.688,64 triliun.

Dengan demikian, restitusi pajak pada November 2024 tercatat Rp 259,01 triliun. Artinya, terdapat kenaikan restitusi sebesar Rp 92,04 triliun pada November 2025 dibandingkan November 2024.

Meningkatnya restitusi pajak ini turut mempengaruhi kinerja penerimaan pajak neto yang mengalami tekanan meskipun penerimaan bruto masih menunjukkan pertumbuhan terbatas.

Kondisi tersebut mencerminkan tingginya pengembalian kelebihan pembayaran pajak, terutama dari wajib pajak badan dan sektor-sektor tertentu yang mengajukan restitusi dalam jumlah besar.

Dari sisi jenis pajak, restitusi paling besar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Hingga November 2025, restitusi PPN dan PPnBM tercatat mencapai Rp 247,16 triliun, atau sekitar 70% dari total restitusi pajak.

Tingginya restitusi PPN dan PPnBM mencerminkan besarnya klaim pengembalian pajak, terutama dari sektor usaha dan eksportir.

Selain PPN dan PPnBM, PPh Badan juga menjadi kontributor besar restitusi pajak. Hingga November 2025, restitusi PPh Badan tercatat sebesar Rp 96,20 triliun.

Kondisi ini mencerminkan masih tingginya pengembalian kelebihan pembayaran pajak badan, seiring fluktuasi kinerja korporasi.

Baca Juga: Ditjen Pajak Minta Konten Kreator Tak Keliru Soal Aturan Pajak

Selanjutnya: Strategi MPX Logistics (MPXL) Membidik Pertumbuhan Pendapatan 50% pada 2026

Menarik Dibaca: Film Agak Laen: Menyala Pantiku! Lampaui Jumlah Penonton Film Agak Laen Pertama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News