KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Subsidi khususnya solar dapat memberikan dampak besar bagi tarif jasa angkutan logistik. Sebagaimana diketahui, tersiar kabar bahwa tidak hanya Pertalite yang harganya disesuaikan, tetapi Solar juga ikut kena. Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto mengatakan, di dalam sektor logistik konsumsi bahan bakar solar digunakan dimulai dari aktivitas
first mile, mid mile, dan sebagian kecil di
last mile. Sebagai gambaran,
first mile adalah kegiatan transportasi dari pelabuhan mengangkut bahan baku menuju ke pabrik. Ada juga yang mengartikan
first mile sebagai aktivitas mengantarkan produk setengah jadi ke pabrik.
Baca Juga: Harga Sejumlah Komoditas Pangan Turun, Bulan Ini Diperkirakan Terjadi Deflasi Kemudian
mid mile adalah kegiatan setelah produksi sampai ke area distribusi. Umpamanya dari pabrik di Cikarang kemudian dikirim ke wilayah jalur distribusi hingga sampai ke hub atau pergudangan. Terakhir,
last mile adalah ketika barang dikirim sampai ke konsumen akhir. Biasanya pengiriman menggunakan truk ban 4 yang masih menggunakan solar. Namun dalam proses ini kegiatan pengiriman yang menggunakan kendaraan roda dua, grand max, dan lainnya menggunakan Pertalite. “Menurut hasil survey BPS dan peneliti, biaya logistik Indonesia mencapai 23% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di mana di dalam biaya logistik tersebut terdapat biaya transportasi dan handling yang berkontribusi hingga 9%, adapun biaya BBM kontribusinya hingga 40%-50% dari total biaya transportasi,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (30/8). Tentu semakin jauh tujuan pengiriman maka biaya BBM di dalam struktur biaya transportasi akan semakin tinggi. Misalnya saja jika suatu barang dikirim dari Jakarta menuju Aceh, kontribusi biaya BBM bisa naik hingga 70%.
Baca Juga: Sri Mulyani Prediksi Anggaran Subsidi Tembus Rp 698 Triliun Hingga Akhir 2022 Jika akhirnya harga BBM Subsidi khususnya solar naik hingga 40% seperti yang dikabarkan, Mahendra mengakui hal tersebut akan mendorong tarif jasa angkutan. Tidak hanya itu, kenaikan BBM subsidi juga akan berdampak pada harga
sparepart karena produk tersebut juga melewati proses yang sama layaknya barang lainnya (
first mile hingga
last mile). “Jadi kalau BBM akan naik hingga 40% dan ditambah
sparepart yang naik, maka akan kontribusi dengan total tarif, ini yang bahaya.
Snow ball effect terhadap biaya,” terangnya. Mahendra mengungkapkan, kenaikan harga BBM yang menjadi batas toleransi pengusaha logistik hanya 10%. Menurutnya jika hanya naik 10% kerugian masih bisa ditoleransi, sedangkan jika sudah di atas 10% akan mengerek produk-produk yang berkaitan dengan logistik, khsususnya bahan pokok. “Menurut hemat kami kalau naik 10% adalah toleransi karena sebelumnya kami pernah alami, keuntungan berkurang tidak apa-apa tetapi tarif jasa logistik tidak naik,” tegasnya.
Baca Juga: Sinyal Harga BBM Naik Makin Kuat, Luhut Minta Kepala Daerah Saling Kerjasama Mahendra berpesan, masih banyak hal yang patut diperbaiki di dalam sektor logistik yang diharapkan dapat memperbaiki biaya logistik. Pertama, persoalan pungutan liar harus segera diberantas. Masalahnya, pelaku usaha cukup terbebani dengan pungli yang mulai dirasakan sejak dari pelabuhan, di jalan, hingga area bongkar. Mahendra mengatakan, pungli ini masuk dalam biaya
intangible (biaya tidak terhitung).
Kemudian pihaknya juga meminta agar akses ke lembaga keuangan lebih dipermudah serta diubahnya kebijakan finansial untuk investasi di bidang logistik. Mahendra mengakui, pihaknya pernah mengusulkan agar tenor utang untuk investasi di bidang logistik bisa diperpanjang dari yang sebelumnya 4 tahun sampai5 tahun menjadi 8 sampai 10 tahun. Dengan ini cicilan per bulan bisa turun,
fixed cost turun, keuntungan pelaku usaha bisa bertambah dan bisa membeli aset logistik baru yang lebih ramah lingkungan. “Sekarang gak bisa membeli kendaraan baru karena cicilan tinggi, harga jual tidak bisa naik,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli