KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendanaan non dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan bakal ramai di 2023. Lantaran, baik regulator maupun bankir akan memproyeksikan penyaluran kredit naik 10% hingga 12%
year on year (YoY) di 2023. Kendati demikian, DPK masih jadi sumber pendanaan utama. Bila likuiditas semakin ketat dan permintaan kredit deras, bankir telah menyiapkan pendanaan dari non DPK. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah memprediksi pendanaan non DPK perbankan diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini diharapkan dapat menjadi alternatif sumber likuiditas sekaligus memenuhi peningkatan penyaluran kredit.
"Pada Desember 2022 sumber dana non DPK meningkat sebesar 28,36% YoY. Sumber dana non DPK pada Desember 2022 dikontribusi dari kenaikan pinjaman diterima sebesar Rp86,27 triliun," mengutip Laporan Likuiditas LPS pada Selasa (7/3).
Baca Juga: Hore, OJK Sebut Bank Boleh Memiliki Aset Kripto, Tapi Syaratnya Berat Banget Lalu diikuti kenaikan surat berharga yang diterbitkan dan kewajiban kepada bank lain masing-masing sebesar Rp52,59 triliun dan Rp4,57 triliun. LPS melihat sentimen positif kinerja rentabilitas dan permodalan perbankan sepanjang tahun 2022 dapat menjadi faktor pendorong perbankan untuk meningkatkan akses ke pasar modal. "Kendati demikian, LPS menilai kenaikan suku bunga kebijakan global dan domestik saat ini perlu dicermati untuk memastikan biaya dana non DPK tidak membebani neraca bank dalam jangka panjang," tambah LPS. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk misalnya akan merilis surat utang di tahun ini. Direktur Utama Bank BNI Royke Tumilaar menyatakan pendanaan itu akan dilakukan bila ekspansi kredit bisa lebih tinggi lagi. "Ada rencana untuk menerbitkan obligasi tapi tidak besar. Untuk
nutupi pendanaan bila ekspansi kredit bisa lebih kencang sedangkan DPKnya tidak tumbuh kencang, kita bisa lewat surat utang," paparnya kepada KONTAN pada pekan lalu. Ia menyatakan hingga saat ini BNI masih memiliki jatah untuk melakukan penawaran umum terbatas (PUT) maksimal Rp 5 triliun. Kendati demikian, Royke menyebut himpunan DPK masih mampu tumbuh optimal. BNI menargetkan kredit tumbuh kisaran 7% hingga 9% di 2023. Melihat kondisi saat ini, Royke cukup yakin kredit BNI bisa naik sampai 10%. "Mudah-mudahan program hilirisasi bisa men-
drive kredit tahun ini. Karena yang bisa memberikan kredit hilirisasi juga tidak banyak, sedangkan BNI bisa melakukan itu," tambahnya. Sedangkan Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria menyebut memiliki rencana untuk menerbitkan surat utang. Kendati demikian, Taswin menyebut aksi korporasi ini akan mempertimbangkan permintaan kredit.
Baca Juga: Cuan Jumbo Bank Merah Putih "Kalau laju kredit kencang, maka akan kita lakukan penerbitan bond. Kalau lambat, ya tidak kita lakukan. Tidak besar, tapi nanti kita lihat lagi kondisinya," kata Taswin kepada KONTAN. Ia berharap kredit Maybank bisa tumbuh 10% hingga 12% di tahun ini. Pertumbuhan itu akan berasal dari segmen ritel, UMKM, dan korporasi masih akan tumbuh bagus. "Sektor utamanya dari perdagangan. Permintaan kredit modal kerja dan investasi untuk manufaktur sudah mulai banyak permintaannya," jelasnya. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) menyatakan memiliki rencana untuk kembali merilis surat utang atau obligasi di 2023. Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyebut langkah ini diambil karena sudah ada surat utang yang bakal jatuh tempo tahun ini. “Jadi penerbitan obligasi ini akan membantu bank bjb dalam pemenuhan rasio likuiditas yang dipersyaratkan sekaligus me-refinancing obligasi yang akan jatuh tempo. Untuk nilainya sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun yang dapat diterbitkan sampai dengan 2025,” ujarnya kepada Kontan.co.id. Bank bersandi saham
BJBR ini juga telah menyiapkan strategis dan agenda ekspansi di 2023. Yuddy memproyeksikan pertumbuhan kredit pada level 9% hingga 11%
year on year (YoY) di tahun ini. Dengan
growth driver secara absolut pada segmen konsumer dan komersial korporasi. Segmen lainnya seperti KPR dan UMKM pun kami proyeksikan terus bertumbuh di tahun ini,” paparnya. Namun ia melihat biaya dana dan kualitas kredit akan menjadi tantangan tahun ini. Sehingga, perlu pengelolaan dana yang efisien dan penyaluran kredit yang ekspansif namun tetap
prudent menjadi kunci pertumbuhan di tahun ini. “Untuk mendorong pertumbuhan, beberapa aksi korporasi akan kami lakukan di tahun ini, salah satunya yakni kelompok usaha bank (KUB) bersama beberapa BPD yang akan dirampungkan pada semester pertama tahun ini,” paparnya. Sedangkan Direktur Treasury & International Banking, Panji Irawan menyatakan akan memperkuat likuiditas berbasis ESG. Oleh sebab itu, Bank Mandiri akan merilis surat utang paling banyak Rp 5 triliun. Ia menyatakan, Bank Mandiri akan menerbitkan surat utang untuk mendukung kredit kriteria Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB). Panji menyebut telah menyusun rencana bisnis bank (RBB) untuk melakukan aksi korporasi ini.
Baca Juga: Begini Harapan Nasabah di Perusahaan Asuransi Bermasalah Asal tahu saja, dalam menjalankan fungsi intermediasi, perbankan membutuhkan dana untuk diputar menjadi kredit. Bank bisa menggunakan pendanaan melalui himpunan dana pihak ketiga (DPK) maupun non DPK. Namun, Bank Indonesia (BI) melihat likuiditas perbankan dan perekonomian memadai untuk mendorong berlanjutnya peningkatan kredit maupun pembiayaan dan pemulihan ekonomi. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan pada Januari 2023, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap tinggi mencapai 29,13%. "Perkembangan ini sejalan dengan
stance kebijakan likuiditas yang akomodatif oleh Bank Indonesia guna mendukung ketersediaan dana bagi perbankan untuk penyaluran kredit/pembiayaan bagi dunia usaha," kata Perry. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .