Bima Finance kejar kenaikan pembiayaan 10%



JAKARTA. PT Bima Multi Finance (Bima Finance) yakin bisa mengejar kenaikan realisasi pembiayaan sebesar 10% pada tahun depan. Untuk mengejar target itu, selain menerbitkan obligasi senilai Rp 200 miliar untuk belanja modal, berbagai strategi bisnis juga disiapkan.Ninoy Matheus, Presiden Direktur Bima Finance mengatakan, target kenaikan realisasi pembiayaan 10% terbilang konservatif. Walau sebenarnya masih bisa lebih tinggi dari 10%, target konservatif diambil Bima, karena khawatir dengan isu kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan pemilihan umum (pemilu).Dua hal itu membuat Ninoy khawatir akan banyak nasabah mengerem pembelian kendaraan bermotor. Apalagi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) juga menjadi pukulan keras sehingga beban operasional perusahaan semakin meningkat. "Kami akan  mengandalkan pangsa pasar yang ada di daerah," katanya, Jumat (14/12).Hingga Jumat lalu, realisasi pembiayaan Bima Finance telah naik 21% dibanding periode sama tahun 2011 yang sebanyak Rp 1,4 triliun. "Hingga akhir tahun bisa mencapai Rp 1,8 triliun, memang naiknya agak sedikit, soalnya Desember banyak libur," ujar Ninoy. Menurutnya target realisasi pembiayaan 2012 sebesar Rp 1,7 triliun telah tercapai pada November 2012.Kenaikan realisasi pembiayaan Bima didukung oleh jaringan operasi yang saat ini sudah tersebar di 17 kota Indonesia. Pulau Sumatera dan Jawa masih menjadi pangsa pasar terbesar 60%-70%.Walau menikmati kenaikan pembiayaan yang cukup tinggi, Ninoy mengaku masih mewaspadai banjir mobil murah pada tahun depan. Mobil-mobil murah itu dikhawatirkan bakal menyeruduk penjualan mobil bekas. Oleh karena itu, menurutnya, Bima hanya akan bermain dalam pembiayaan mobil bekas usia delapan hingga sepuluh tahun. Sedangkan untuk sepeda motor bekar hanya untuk unit seharga Rp 4 juta-Rp 6 juta.Pembiayaan kendaraan bekas dengan nilai kecil atau micro financing menjadi andalan Bima. Saat ini sekitar 91% pendapatan perusahaan didapat dari micro financing.  Selain pembiayaan itu, Bima juga berharap dari unit usaha syariah yang diharapkan mampu menyalurkan pembiayaan Rp 2 miliar per bulan.Hanya saja, Ninoy mengakui, penetrasi pasar syariah masih kurang kuat. Itu karena banyak nasabah yang belum begitu paham tentang hukum syariah, sehingga lebih memilih pembiayaan konvensional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie