JAKARTA. Perusahaan pembiayaan PT Bima Multifinance saat ini tengah berupaya melakukan restrukturisasi utang melalui proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Satu pengurus PKPU Johannes Aritonang mengatakan, nilai utang PT Bima Multifinance yang sudah diketahui oleh tim pengurus adalah sebesar Rp 1 triliun. "Sudah ada 56 kreditur yang kami verifikasi tagihannya," ungkap salah satu pengurus PKPU Johannes Aritonang kepada KONTAN, Selasa (20/6). Adapun mayoritas krediturnya adalah kalangan perbankan, seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai Rp 33,84 miliar, lalu PT Bank Harda International Rp 20,34 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk Rp 44,98 miliar. Selain itu ada juga utang kepada PT Bank Mega Tbk Rp 3,8 miliar serta Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Selatan dengan utang Rp 122,97 miliar. Saat ini, bank-bank tersebut memiliki jaminan berupa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Selain dari kreditur bank, tim pengurus juga menerima tagihan dari 20 pemegang obligasi yang diwakilkan oleh waliamanat dari PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Utang obligasi itu nilainya mencapai Rp 332 miliar. Meski telah melakukan verifikasi, pengurus PKPU belum bisa memberikan angka pasti terkait jumlah total utang, lantaran masih dalam tagihan sementara. "Angka pastinya belum ada karena masih ada perbedaan tagihan, tapi untuk keseluruhannya mencapai Rp 1 triliun," tutur Johannes. Ia juga menyampaikan, dalam hal ini debitur (Bima Multifinance) masih ingin berdamai kepada seluruh kreditur. Hal itu dilihat dari perusahaan yang sudah menyerahkan proposal perdamaian awal. Tapi sayangnya dalam rapat kreditur yang dilakukan Senin (19/6) kemarin, President Direktur Bima Multifinance Wina Ratnawati pihaknya masih akan melakukan revisi proposal perdamaian. Rencananya, proposal perdamaian tersebut akan dibahas pada rapat kreditur Rabu (21/6) besok. Bima Multifinance sudah diputus dalam PKPU sejak 23 Mei lalu lantaran permohonan PKPU yang diajukannya secara sukarela itu diterima majelis hakim.
Bima Multifinance restrukturisasi utang Rp 1 T
JAKARTA. Perusahaan pembiayaan PT Bima Multifinance saat ini tengah berupaya melakukan restrukturisasi utang melalui proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Satu pengurus PKPU Johannes Aritonang mengatakan, nilai utang PT Bima Multifinance yang sudah diketahui oleh tim pengurus adalah sebesar Rp 1 triliun. "Sudah ada 56 kreditur yang kami verifikasi tagihannya," ungkap salah satu pengurus PKPU Johannes Aritonang kepada KONTAN, Selasa (20/6). Adapun mayoritas krediturnya adalah kalangan perbankan, seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai Rp 33,84 miliar, lalu PT Bank Harda International Rp 20,34 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk Rp 44,98 miliar. Selain itu ada juga utang kepada PT Bank Mega Tbk Rp 3,8 miliar serta Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Selatan dengan utang Rp 122,97 miliar. Saat ini, bank-bank tersebut memiliki jaminan berupa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Selain dari kreditur bank, tim pengurus juga menerima tagihan dari 20 pemegang obligasi yang diwakilkan oleh waliamanat dari PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Utang obligasi itu nilainya mencapai Rp 332 miliar. Meski telah melakukan verifikasi, pengurus PKPU belum bisa memberikan angka pasti terkait jumlah total utang, lantaran masih dalam tagihan sementara. "Angka pastinya belum ada karena masih ada perbedaan tagihan, tapi untuk keseluruhannya mencapai Rp 1 triliun," tutur Johannes. Ia juga menyampaikan, dalam hal ini debitur (Bima Multifinance) masih ingin berdamai kepada seluruh kreditur. Hal itu dilihat dari perusahaan yang sudah menyerahkan proposal perdamaian awal. Tapi sayangnya dalam rapat kreditur yang dilakukan Senin (19/6) kemarin, President Direktur Bima Multifinance Wina Ratnawati pihaknya masih akan melakukan revisi proposal perdamaian. Rencananya, proposal perdamaian tersebut akan dibahas pada rapat kreditur Rabu (21/6) besok. Bima Multifinance sudah diputus dalam PKPU sejak 23 Mei lalu lantaran permohonan PKPU yang diajukannya secara sukarela itu diterima majelis hakim.