KONTAN.CO.ID - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S/PKI menyisakan sejumlah korban dari kalangan jenderal TNI AD. Pada saat itu sejumlah jenderal TNI AD diculik dan nama jenderal yang dibunuh PKI kini dikenang sebagai Pahlawan Revolusi. Para jenderal tersebut dibunuh oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada malam 30 September sampai awal 1 Oktober 1965. Jasad mereka ditemukan di area sumur tua di Lubang Buaya dengan kedalaman lebih dari 12 meter. Jasad jenderal yang dibunuh di Lubang Buaya tersebut ditemukan oleh Satuan Resimen Anggota Komando Angkatan Darat pada 4 Oktober 1965.
Lantas, siapa saja nama jenderal yang dibunuh PKI pada peristiwa G30S/PKI?
Baca Juga: Lokasi mengenang peristiwa G30S/PKI, Monumen Pancasila Sakti Nama jenderal yang dibunuh PKI pada G30S/PKI
Dirangkum dari laman resmi
Gramedia,
e-journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan
Perpustakaan Nasional, berikut nama jenderal yang dibunuh PKI pada G30S/PKI: 1. Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani Jenderal TNI Ahmad Yani adalah salah satu nama jenderal yang dibunuh PKI pada peristiwa G30S/PKI. Ahmad Yani lahir di Purworejo pada 12 Juni 1922 dan meninggal pada 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Jenderal Ahmad Yani pernah mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan Bogor dengan pangkat sersan. Ahmad Yani juga mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Ahmad Yani diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto.
Baca Juga: PAN: Film G30S/PKI harus dibuat versi singkatnya Ahmad Yani juga pernah terlibat dalam Agresi Militer Pertama Belanda, Agresi Militer Kedua Belanda, serta melawan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang membuat kekacauan di daerah Jawa Tengah. Seusai penumpasan DI/TII tersebut, Ahmad Yani kembali ke Staf Angkatan Darat. Pada 1955, Achmad Yani disekolahkan pada
Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan. Pada 1956, Ahmad Yani juga mengikuti pendidikan selama dua bulan pada
Spesial Warfare Course di Inggris. Pada 1962, Ahmad Yani diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Baca Juga: Tjahjo: Putar saja film G30S/PKI di stasiun TV Ahmad Yani menolak keinginan Partai Komunis Indonesia atau PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai. Oleh karena itu, Ahmad Yani menjadi salah satu target PKI yang diculik dan dibunuh melalui Pemberontakan G30S/PKI (Gerakan Tiga Puluh September/PKI). Ahmad Yani ditembak di depan kamar tidurnya pada tanggal 1 Oktober 1965 (dinihari). Jenazahnya kemudian ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur dan dimakamkan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Ahmad Yani gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Pangkat sebelumnya sebagai Letnan Jenderal dinaikkan satu tingkat menjadi Jenderal sebagai penghargaan atas jasanya.
Baca Juga: Mengenal 9 Pahlawan Revolusi yang Gugur saat G30S PKI dan Profil Singkatnya 2. Mayor Jenderal Siwondo Parman Mayor Jenderal Siwondo Parman atau dikenal sebagai S. Parman adalah salah satu nama jenderal yang dibunuh PKI. S. Parman lahir di Wonosobo, 14 Agustus 1918. S. Parman juga sempat masuk ke sekolah kedokteran, namun berhenti setelah Jepang menjajah Indonesia. Dimasa kekuasaan Jepang, Parman bekerja sebagai polisi militer yang disebut
Kempetai. Tak lama setelah itu, S. Parman dikirim ke Jepang untuk mengikuti pelatihan intelijen. Pada 1945, karier militer S. Parman di TNI dimulai saat beliau bergabung di TKR atau Tentara Keamanan Rakyat. Lalu, ia diangkat menjadi kepala staf polisi militer yang berada di Yogyakarta.
Baca Juga: Dewan Kolonel, Dewan Kopral, dan Dewan Jenderal, Apa Perbedaannya? Beberapa tahun kemudian, S. Parman naik jabatan menjadi kepala staf Gubernur militer di Jabodetabek yang berpangkat Mayor. Prestasi S. Parman yakni berhasil menggagalkan pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil atau APRA yang dipimpin langsung oleh Raymond Westerling. Hal itu membuat S. Parman dikirim untuk sekolah polisi militer di Amerika. S. Parman juga pernah menjadi atase di militer Indonesia yang ada di Inggris dan memegang jabatan di Departemen Pertahanan Indonesia. Kemudian, S. Parman kembali ke Indonesia menjadi asisten intelijen bagi KSAD Jenderal Ahmad Yani. Pada 30 September 1965, S. Parman diculik oleh pasukan Cakrabirawa di kediamannya. Kemudian S. Parman dibawa paksa ke Lubang Buaya yang ada di wilayah Halim Perdana Kusuma. Ditempat itu, S. Parman ditembak bersama dengan beberapa perwira lainnya.
Baca Juga: Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Bulan September 2022 3. Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan Salah satu nama jenderal yang dibunuh PKI adalah Brigjen TNI Donald Isaac Pandjaitan atau D.I. Pandjaitan. D.I. Pandjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara pada 9 Juni 1925. D.I. Pandjaitan menjadi anggota Gyugun atau bisa disebut sebagai tentara sukarela di wilayah Pekanbaru, Riau setelah tamat SMA. Pada 1945, D.I. Pandjaitan mulai bergabung di dalam Tentara Keamanan Rakyat atau TKR yang baru saja dibentuk. D.I. Pandjaitan pernah menjabat sebagai komandan batalyon TKR. Kemudian, D.I. Pandjaitan ditugaskan menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Lalu, beralih menjadi Kepala Staf Umum IV di Komandemen Tentara Sumatera. Serta menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia saat terjadi Agresi Militer Belanda yang ke I dan II.
Baca Juga: Ulang Tahun Jakarta 495: Berikut 5 Kegiatan Positif yang Bisa Dilakukan Pada 1963, D.I. Pandjaitan dikirim ke Amerika Serikat guna mengikuti kursus militer di Associated Command and General Staff College di wilayah Fort Leavenworth. D.I. Pandjaitan juga sempat ditugaskan menjadi atase militer Indonesia di wilayah Bonn pada tahun 1960. D.I. Pandjaitan diangkat sebagai Asisten IV Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal AH Nasution di bagian logistik. Kemudian, pada 1 Oktober 1965 dini hari, Pandjaitan diculik oleh pasukan Cakrabirawa dan menjadi salah satu korban G30S PKI. Hingga sekarang, Pandjaitan telah dikenal sebagai pahlawan revolusi.
Baca Juga: Apa Itu Halalbihalal? Ini Asal Usul Tradisi dan Makna Istilahnya 4. Mayjen TNI MT Haryono Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo Haryono atau dikenal sebagai MT Haryono adalah salah satu nama jenderal yang dibunuh PKI. MT Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924. Setelah merampungkan pendidikan dasarnya, MT Haryono juga sempat menempuh pendidikan di Ika Dai Gakko (Sekolah Tinggi Kedokteran) di zaman Jepang. Namun tidak sampai tamat karena Jepang menyerah.
Baca Juga: Daftar Tanggal Merah Bulan September 2022, Hari Besar Nasional dan Internasional Selepas proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, MT Haryono bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan juga memperoleh pangkat yakni Mayor. MT Haryono juga pernah menjadi anggota delegasi Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB). MT Haryono juga pernah menjadi atase militer Indonesia di Belanda lantaran kemampuannya berunding dan memahami beberapa bahasa asing seperti bahasa Jerman, Belanda, dan Inggris. Setelah kembali ke Indonesia, MT Haryono diangkat menjadi Asisten atau Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani bagian pembinaan dan perencanaan.
Baca Juga: Organisasi yang Berdiri pada Masa Pergerakan Nasional saat Penjajahan Belanda 5. Mayjen R. Suprapto Salah satu nama jenderal yang dibunuh PKI adalah Mayjen R. Suprapto. Mayjen R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah pada 20 Juni 1920. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atasnya, Mayjen R. Suprapto lalu mengikuti sebuah pelatihan militer di
Koninklijke Militaire Akademie yang berada di Bandung. Namun, tak sampai selesai karena Jepang menguasai Indonesia. R. Suprapto kemudian ditahan dan dimasukan ke penjara. Akan tetapi dirinya berhasil melarikan diri. Mayjen R. Suprapto juga sempat mengikuti sebuah pelatihan bernama
keibodan,
syuisyintai, dan
seinendan yang diadakan oleh Jepang.
Baca Juga: Syarat Rekrutmen TNI Tahun 2022 Dipermudah, Larangan Keturunan PKI Dihapus Setelah itu, Mayjen R. Suprapto memutuskan bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat dan bergabung ke TKR. Mayjen R. Suprapto juga pernah terlibat dalam pertempuran Ambarawa bersama Jenderal Sudirman melawan tentara Inggris. Mayjen R. Suprapto pernah ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang dan Staf Angkatan Darat dan Kementerian Pertahanan. Lalu, Mayjen R. Suprapto dilantik menjadi Deputi (Wakil) Kepala Staf Angkatan Darat di Medan. Setelah kembali ke Jakarta, Mayjen R. Suprapto diangkat menjadi perwira tinggi Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal. Pada 1 Oktober 1965 waktu dini hari, R Suprapto dijemput oleh Pasukan Cakrabirawa dengan dalih dipanggil menghadap kepada Presiden Soekarno. Suprapto kemudian dibawa ke daerah Halim Perdanakusuma atau lebih tepatnya berada di lubang buaya.
Baca Juga: Stasiun TV Diminta Tak Tayangkan Pendakwah dari Organisasi Terlarang 6. Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo Mayor Jenderal TNI Sutoyo Siswomiharjo adalah salah satu nama jenderal yang dibunuh PKI. Sutoyo Siswomiharjo lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 28 Agustus 1922. Sutoyo Siswomiharjo pernah menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta. Kemudian, Sutoyo Siswomiharjo bekerja menjadi pegawai pemerintah di Purworejo namun berhenti pada 1944.
Baca Juga: Film Pengkhianatan G30S/PKI sebentar lagi tayang di MNC TV dan TV One Selanjutnya, Sutoyo Siswomiharjo bergabung dengan TKR dan menjadi ajudan Jenderal Gatot Subroto yang saat itu menjabat sebagai komandan polisi militer. Kemudian, pada 1954 ia menjabat menjadi kepala staf Markas Besar Polisi Militer. Pada 1960, Sutoyo ditugaskan menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat. Lalu, naik pangkat sebagai Inspektur Kehakiman atau Jaksa Militer Utama dengan pangkat yaitu Brigadir Jenderal TNI. Demikan informasi mengenai nama jenderal yang dibunuh oleh PKI pada peristiwa G3OS/PKI. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News