Biodiesel kena dumping, ekspor Indonesia terganggu



JAKARTA. Pengenaan bea masuk anti dumping sementara terhadap produk biodiesel oleh Uni Eropa kepada perusahaan Indonesia akan berdampak terhadap kinerja ekspor. Bahkan, sejak tuduhan tersebut diberlakukan, kinerja ekspor biodiesel hingga bulan April lalu diperkirakan telah turun 50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Paulus Tjakrawan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) mengatakan, tahun lalu ekspor biodiesel Indonesia mencapai 1,5 juta ton. Bila dirata-ratakan, setiap bulan ekspornya sekitar 100.000 ton. "Mulai awal tahun ini kecil ekspornya bisa sampai setengahnya," kata Paulus, Jumat (31/5).

Akibat pengenaan bea masuk tersebut, utilisasi pabrik biodiesel dalam negeri juga akan terganggu. Menurut Paulus, selama ini produksi biodiesel Indonesia masih sangat tergantung oleh pesanan dari luar negeri. Sebelum adanya kasus ini ekspor biodiesel dapat digenjot hingga 1,7 juta ton-1,8 juta ton.


Catatan saja, perusahaan biodiesel yang dikenakan anti dumping sementara sebesar 2,8%-96% oleh Uni Eropa seperti PT Musim Mas, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Wilmar Nabati Indonesia, Wilmar Bioenergi Indonesia tersebut merupakan penyumbang mayoritas atau 95% dari total ekspor biodiesel dalam negeri.

Para pengusaha mengaku sangat kecewa dan tidak bisa menerima keputusan terkait pengenaan bea masuk sementara tersebut. Mereka akan menyanggah, dan membuktikan bahwa pihaknya tidak melakukan dumping terhadap produk biodiesel yang dia jual ke Eropa.

Bahkan, Paulus bilang bila proses sanggahan yang dilakukan oleh pengusaha tidak mempan, mereka mengancam akan mengajukan ke organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO). Oleh sebab itu, Paulus mengharap kerja sama dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Paulus mengakui selama ini harga biodiesel berbahan baku minyak sawit lebih murah bila dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti kedelai atau bunga matahari. Produktivitas minyak sawit yang lebih tinggi menjadikan harga biodiesel asal Indonesia menjadi lebih rendah sekitar US$ 200 per ton. 

Sanggahan yang akan dilayangkan oleh para pengusaha biodiesel tersebut didukung oleh pemerintah. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menilai, dampak buruk terhadap perusahaan biodiesel eropa akibat dari masuknya produk Indonesia tidak beralasan.

Terpuruknya industri biodiesel di Eropa lebih disebabkan oleh rendahnya penyerapan pasar. Bayu merinci, kapasitas produksi biodiesel Uni Eropa mencapai 20 juta-22 juta ton per tahun. Namun, serapan pasar di Uni Eropa hanya setengahnya atau sekitar 10 juta saja. Dari jumlah tersebut, suplai biodiesel asal Indonesia dan Argentina mencapai 2 juta-2,5 juta per tahun.

Dengan penerapan bea masuk tambahan tersebut, daya saing biodiesel asal Indonesia menjadi tidak kompetitif. Untuk saat ini, harga biodiesel Indonesia ke Eropa dapat tambahan sekitar US$ 85 per ton-US$ 90 per ton.

Guna mengatasi ketergantungan terhadap persoalan luar negeri, Bayu bilang perlu adanya pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar. "Penggunaan dalam negeri akan mengurangi impor bahan bakar minyak," ujar Bayu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.