Biofuel dari Indonesia laris manis di pasar ekspor



JAKARTA. Produksi dan kinerja ekspor bahan bakar hayati atau biofuel dari Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat setia tahunnya. Tahun ini, produksi biofuel Indonesia diproyeksikan bisa mencapai 2,1 juta ton atau meningkat 61% dibandingkan tahun lalu.

Paulus Tjakrawan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) mengatakan, kenaikan produksi bahan bakar alternatif dari crude palm oil (CPO) itu karena berlakunya kebijakan fiskal. "Penerapan bea keluar (BK) cukup tinggi mendorong hilirisasi produk CPO di dalam negeri," kata Paulus di Jakarta, baru-baru ini.

Sementara kenaikan produksi, ekspor biofuel asal Indonesia juga mengalami kenaikan menjadi 1,5 juta ton, atau naik 61% dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai sekitar 1 juta ton. Kenaikan produksi dikarenakan harga minyak nabati dari CPO ini dinilai lebih murah dibandingkan minyak nabati berbahan baku bungkil kedelai atau biji bunga matahari.


"Yang jelas harga biofuel dari CPO lebih rendah bila dibandingkan bahan hayati lain," kata Paulus tanpa berikan perincian. Meski fluktuatif, namun saat ini harga biofuel berbahan CPO harganya ada pada kisaran US$ 1.100 per ton.

Saat ini, ekspor masih menjadi pasar utama biofuel dari Indonesia. Sementara itu, pasar biofuel di dalam negeri masih terbatas, hanya Pertamina saja yang menyerap. Tahun ini, penyerapan biofuel ke Pertamina diperkirakan mencapai 600.000 ton, atau naik 100% dibandingkan tahun lalu sebanyak 300.000 ton.

Di pasar ekspor, biofuel asal Indonesia 90% di jual ke negara Eropa seperti Italia, sementara ke negara-negara lain seperti Amerika Serikat hanya sebanyak 30.000 ton per tahun dan Korea 2.000 ton per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri