Biogas sebagai alternatif energi warga di lokasi PLTP Drajat



KONTAN.CO.ID -GARUT. Biogas sebagai energi alternatif energi dicobakan oleh Conservation International Indonesia dengan Chevron Pasific Indonesia (CPI) di Cihauk, salah satu desa yang menjadi fokus program tanggung jawab sosial perusahaan.

Adapun ketika program diadakan, Chevron masih menjadi pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Darajat, Garut Jawa Barat. Hingga akhirnya, pengelolaan berpindah tangan ke Star Energy melalui akuisisi di April 2017.

Program biogas yang sudah berjalan kurang lebih satu tahun ini masih dalam tahap percontohan atau demnonstration plot (demplot), dikerjakan di rumah Toni Nur Jaman, salah satu penduduk. Kapasitas biomasa yang dibuat sebesar 4 meter kubik. Kapasistas ini setara dengan menyalakan dua kompor secara terus menerus selama 6 jam per hari.


Pembangunan instalasi biogas memakan waktu kurang lebih 3 bulan, mulai dari pembuatan instalasi hingga gas digunakan untuk menyalakan kompor. " Pembuatan satu instalasi memakan biaya sekitar Rp 13 hingga Rp 25 juta tergantung material yang digunakan," kata Tenno Maulada Henras, Koordinator Lapangan Yayasan Penddidikan dan Konsesrvasi Alam (Yapeka), mitra lokal yang terlibat dalam program biogas, Senin (22/4).

Biogas di rumah Toni digerakkan oleh kotoran lima sapi yang dipeliharanya. Kotoran sapi yang dicampur dengan air akan dimasukkan ke dalam pengaduk untuk memisahkan antara kotoran dengan benda-benda lain.

Lalu kotoran akan dialiran ke dalam kubah berukuran 4 kubik. Di dalam kubah tersebut akan dipisahkan antara gas metana, dan ampas kotoran. Gas akan dialirkan ke kompor, sementara ampas kotoran yang berbentuk cair atau bioslury dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Tenno menjelaskan lebih lanjut, tantangan dalam mengenalkan biogas ini adalah kedisplinanannya untuk selalu mengolah limbah hewan setiap hari, dan menjaga agar kotoran limbah tidak tercampur dengan bahan kimia seperti sabun.

Sekadar infromasi, sebelumnya demplot biogas juga dibangun di Pondok Pesantren Sururon di tahun 2016 dengan kapasitas yang lebih besar, 6 meter kubik. Kini para santri tidak lagi menggunakan kayu bakar atau minyak tanah untuk memasak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini