KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instrumen berbasis saham dan obligasi dinilai masih menarik bagi investor, di tengah belum kondusifnya pasar finansial Indonesia. Koreksi dan penurunan harga yang menyelimuti dua instrumen tersebut dapat dimanfaatkan investor untuk investasi jangka panjang. Apalagi, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-
day reverse repo rate di level 5,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (19/7). Keputusan tersebut kembali membuat pasar keuangan memerah. Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 0,33% ke level 5.871,08. Serupa, nilai tukar rupiah pun harus tertunduk lesu di hadapan dollar Amerika Serikat. Kurs spot mata uang Garuda bahkan menembus Rp 14.500.
Namun para analis menilai, koreksi IHSG ini dapat dimanfaatkan. Mengingat pelemahan indeks saham dalam negeri ini telah membuat sebagian besar saham mengalami penurunan harga dan membuat valuasi harga saham kembali murah, sehingga layak dikoleksi. "Saham yang valuasinya sudah murah, secara selektif dapat menjadi pilihan investasi," kata Direktur Panin Asset Management Rudiyanto, Kamis (19/7). Serupa, Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo juga menyebut instrumen investasi saham sudah cukup menarik untuk dikoleksi kembali. Memang, katalis negatif dari eksternal, seperti rencana kenaikan suku bunga The Federal Reserve dan perang dagang antara AS dan China, masih menghantui. Namun, bagi investor jangka menengah dan panjang, pelemahan IHSG tersebut bisa menjadi kesempatan bagus masuk ke sektor saham. Sementara itu, Presiden Direktur Asanusa Asset Management Siswa Rizali menyarankan, jika ingin berinvestasi di saham, baiknya investor kini fokus pada saham dengan valuasi murah. Investor jug bisa memilih saham yang untung saat rupiah melemah. Emiten dengan ciri yang Siswa sebutkan tersebut bisa terlihat pada sektor perkebunan dan konsumer. Namun, untuk saat ini, emiten perkebunan masih dihantui harga
crude palm oil (CPO) yang tergerus. Tenor pendek Sementara pada pasar obligasi, kenaikan BI 7-DRR yang sudah tiga kali di tahun ini juga membuat ekspektasi
yield Surat Utang Negara (SUN) melonjak. Nah, dengan kondisi inflasi dalam negeri yang masih terkendali dan adanya potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed di sisa tahun ini,
yield SUN yang wajar ada di kisaran 7,25%–7,50%.
Jika posisinya berada di atas kisaran tersebut, artinya harga SUN sudah tergolong murah dan layak dijajal. Sekadar catatan,
yield SUN 10 tahun yang tercatat di Indonesia Bond Pricing Agency kemarin berada di level 7,75%. Siswa merekomendasikan pilihan instrumen investasi di aset kelas obligasi yang baik saat ini adalah obligasi dengan tenor pendek, yakni sekitar 1 tahun hingga 2 tahun. Mengingat, pada obligasi pemerintah, SUN tenor pendek memiliki
spread yield obligasi lebih lebar. Selain dua instrumen utama itu, Siswa juga menilai investasi pada reksadana pasar uang atau reksadana pendapatan tetap yang konservatif atau tenor pendek dapat dilirik. Apalagi, kinerja reksadana pasar uang sepanjang tahun ini masih positif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati