Bisakah Trump kirim militer padamkan kekerasan para demonstran?



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada hari Senin (1/6) mengatakan ia berencana  menggunakan kekuatan militer untuk mengakhiri kerusuhan yang meletus setelah kematian George Floyd, seorang pria kulit hitam tak bersenjata yang terbunuh dalam tahanan polisi pekan lalu.

"Jika sebuah kota atau negara menolak untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan properti penduduk mereka, maka saya akan mengerahkan militer Amerika Serikat dan dengan cepat menyelesaikan masalah bagi mereka," kata Trump dalam sambutan singkatnya di Gedung Putih seperti dilansir Reuters, Selasa (2/6).

Baca Juga: Mantan Presiden AS Obama kutuk kekerasan terhadap para demonstran

Demonstrasi di AS sebagian besar berlangsung damai, tetapi polisi di beberapa kota telah menggunakan kekerasan terhadap jurnalis dan demonstran, dan para demonstran bentrok dengan polisi. Banyak kota di AS telah menetapkan jam malam.

Untuk mengerahkan pasukan bersenjata, Trump perlu secara resmi memohon sekelompok statuta yang dikenal sebagai Insurrection Act.

Apa saja insurrection act?

Di bawah Konstitusi AS, gubernur umumnya memiliki wewenang untuk menjaga ketertiban di dalam batas negara. Prinsip ini tercermin dalam undang-undang yang disebut Posse Comitatus Act, yang umumnya melarang militer federal untuk berpartisipasi dalam penegakan hukum domestik.

Baca Juga: Perusahaan China kembali membeli kedelai dari AS meski sudah dilarang

Insurrection Act, yang berawal pada awal 1800-an, menciptakan pengecualian terhadap Posse Comitatus Act.

Ini memungkinkan presiden untuk mengirim pasukan AS untuk menekan pemberontakan domestik yang telah menghalangi penegakan hukum AS yang normal.

Editor: Noverius Laoli