Bisnis alat pertanian mulai bangkit



JAKARTA. Industri alat-alat pertanian mulai bangkit setelah bertahun-tahun terpuruk karena gempuran produk impor dari berbagai negara. Geliat ini muncul sebagai bukti efektivitas penerapan kewajiban standar Nasional Indonesia (SNI) komponen.

Kartono W, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Alat dan Mesin Pertanian Indonesia (Alsintani), mengatakan produksi alat pertanian hingga semester I 2011 telah memenuhi sekitar 60% dari kebutuhan pasar. Ini berbeda dengan tahun lalu yang masih kurang dari 50%. "Sudah ada perkembangan yang baik untuk bisnis alat pertanian," katanya, Senin (22/8).

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kebutuhan mesin traktor saja mencapai 200.000 unit per tahun. Dari angka tersebut industri dalam negeri menguasai penjualan hingga sebesar 140.000 unit. "Bisa jadi ini karena ketatnya standar SNI produk yang pemerintah tetapkan," tuturnya.


Sejak tahun 2010, Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) memang mewajibkan komponen mesin harus memenuhi standar nasional atau memiliki SNI. Maka, para importir tidak bisa sembarangan menjual produk impor. "Jadi ada pengaruh yang baik," katanya.

Selain itu, kewajiban terhadap proyek-proyek pemerintah untuk memberlakukan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) lebih dari 50% juga mendorong penggunaan alat pertanian buatan lokal. Selain itu, masih menurut Kartono, banyak petani memilih produk pertanian buatan lokal karena ada layanan perbaikan bila rusak.

Salah satu perusahaan yang menikmati kenaikan tersebut adalah PT Kubota Indonesia, yang selama ini memproduksi mesin-mesin untuk pertanian. Direktur PT Kubota Indonesia, Robinson Winward memprediksi permintaan pasar mesin disel pertanian akan naik hingga mencapai 10-15% per tahun. Kenaikan permintaan tersebut antara lain untuk membuka lahan-lahan pertanian di luar Jawa.

Kubota Indonesia yang selama ini memproduksi mesin disel untuk traktor, berencana menaikan kapasitas pabriknya di Ungaran Jawa Tengah, dari 50.000 unit, meningkat menjadi 100.000 unit per tahun pada tahun 2013. Kubota menyiapkan dana sebesar Rp 12,5 miliar untuk modal kapasitas pabrik ini. "Ini bertahap," katanya.

Pada tahun 2010 Kubota berhasil menjual mesin disel khusus traktor sebanyak 35.000 unit atau setara dengan atau setara dengan nilai omzet sebesar Rp 250 miliar. Dengan pertumbuhan pasar 10% - 15% ia optimis hingga tahun 2013 penjualan bisa mencapai 75.000 unit pertahun.

Kubota berharap selain pasar dalam negeri, produknya bisa bersaing ke negara lain untuk pasar ekspor. Saat ini Kubota mengekspor 16% dari total penjualan ke negara seperti Jepang, Pilipina, Srilangka,dan Australia. "Kedepan porsi ekspor akan tetap kita naikan," tambah dia.

Walaupun pasar di dalama negeri meningkat, PT Tri Ratna Diesel Indonesia, produsen mesin diesel di Gresik akan menaikkan ekspornya menjadi 30%. Saat ini kapasitas produksi Tri Ratna Disel mencapai 20.000 unit per tahun, dengan ekspor sebesar 20%. "Kami mencari pasar baru," kata Robert Sumar, Direktur Tri Ratna Diesel.

Teddy Caster Sianturi, Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian berujar, meski industri lokal memegang pasar, saat ini utilisasi pabrik mesin pertanian hanya sebesar 60-70%. Para produsen harus bersaing harga dengan produk impor. "Produk impor harganya sangat murah," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini