Bisnis APTB Lorena di ujung tanduk



JAKARTA. Hasrat PT Eka Sari Lorena Transport Tbk kembali menjadi operator bus angkutan perbatasan terintegrasi busway (APTB) semakin jauh panggang dari api. Hal ini menyusul pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang ingin menghapus operasi bus APTB.

Mengutip Tribunnews Selasa (6/1), orang nomor satu di DKI itu geram tarif APTB dinaikkan. Kenaikan tarif itu ia nilai tak sejalan dengan semangat pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ingin menyediakan angkutan umum bertarif murah. "Jujur saja bagi saya APTB itu kebijakan yang salah. Kami sudah ingin menghapuskan trayek dan menggantinya dengan TransJakarta, kenapa menciptakan trayek lagi," ungkap Ahok.

Padahal, saat masuk menjadi perusahaan publik pada April 2014, Lorena Transport  mengusung APTB sebagai salah satu rencana bisnisnya. Perusahaan itu berharap kembali menghidupkan bisnis operator bus APTB-nya.


Hal ini terlihat dari alokasi penggunaan dana hasil initial public offering (IPO). Perusahaan yang kini tercatat dengan kode LRNA di Bursa Efek Indonesia itu menganggarkan mayoritas dana IPO atau 81% untuk membeli bus baru dan menggantikan bus lama. Tak terkecuali untuk kebutuhan bus APTB. Nilai anggarannya setara Rp 109,35 miliar.

Pada saat itu, manajemen Lorena Transport juga ingin membangun parkiran terpadu di beberapa titik untuk memikat pengendara kendaraan memanfaatkan bus APTB.

Sejak melantai di bursa saham, perusahaan itu baru berbelanja 50 unit bus baru. Manajemen Lorena belum memiliki rencana untuk menambah unit armada baru, termasuk armada APTB. "Karena bus baru tanpa disertai konsumen, hanya menambah beban operasional," kata Andy Porman, Sekretaris Perusahaan Lorena kepada KONTAN, akhir November 2014 lalu.

Sekadar berkilas balik, pada 24 Juni 2011, Lorena Transport meneken perjanjian kerjasama pekerjaan operator feeder busway (APTB) rute 1, rute 2 dan rute 3 dengan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta.

Di perjanjian itu, Lorena Transport berhak mengoperasikan 15 unit bus APTB paling lambat mulai 22 September 2011 hingga tujuh tahun ke depan.

Kontribusi nol

Sebagai catatan pada 14 Desember 2012 Lorena Transports menghentikan lini bisnis ATPB. Manajemen Lorena berupaya mengadakan pembicaraan dengan Dishub Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan analisis bersama terhadap permasalahan kurangnya antusiasme masyarakat menggunakan feeder Transjakarta. Namun dalam laporan keuangan per September 2014 manajemen melaporkan belum membuahkan hasil. 

Dalam laporan tersebut, manajemen Lorena juga belum memutuskan alternatif pengoperasian yang akan dipilih untuk armada segmen feeder milik mereka. Walhasil, dalam catatan laporan keuangan per September 2014, menyebut kontribusi dari jasa pendapatan operator feeder busway nol. 

Hanya ada dua sumber pendapatan Lorena. Pertama, pendapatan bus AKAP Rp 86,36 miliar, atau 83,26% dari total pendapatan. Kedua, pendapatan jasa operator Trans Jakarta Rp 17,36 miliar.

Andy Porman enggan memberikan penjelasan masalah ini. Saat dihubungi Rabu (7/1) ia hanya menjawab, "Saya lagi meeting", kemudian "Saya lagi liburan".

Perjanjian bisnis Lorena Transport di Trans Jakarta berbeda dengan APTB. Di Trans Jakarta, perusahaan itu meneken skema kerjasama operasi.

Lorena Transport mendapat jatah koridor V dan VII untuk periode 16 Januari 2008 hingga 16 Januari 2015. Imbalan jasa dihitung berdasarkan kilometer tempuh bus dikalikan rupiah per kilometer. Masa berlaku perjanjian bisa diperpanjang jika target tempuh 90.000 km per bus per tahun, tak terpenuhi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina