Bisnis batik Khas Semarang berpeluang membentang



Setelah sempat meredup tahun 1970-an, batik semarang mulai bangkit lagi. Namun begitu, masyarakat yang menjadikan batik semarang sebagai bisnis utama masih sangat sedikit, sehingga peluang bisnis dari batik khas Kota Atlas ini pun masih terbuka lebar.Hampir seluruh daerah di Tanah Air memiliki ciri khas motif batik masing-masing, tak terkecuali di Semarang. Berbeda dengan batik asal Yogyakarta dan Solo, batik dari Semarang lebih berani dalam motif dan warna. "Motifnya didominasi warna-warna terang seperti merah tua, oranye, biru muda," tutur Iin Windi Indah Cahyani, salah seorang perajin batik semarang.Batik semarang juga banyak mengambil gambar flora dan fauna, seperti bunga, burung merak, harimau. Selain itu, batik khas Ibukota Provinsi Jawa Tengah ini juga banyak menampilkan gambar bangunan yang menjadi simbol Semarang, seperti Tugu Muda.Iin tertarik untuk berbisnis batik Semarang sejak ada kampung batik semarang pada Agustus 2006 lalu. Selain untuk mencukupi kebutuhan ekonomi, keinginannya berbisnis batik semarang juga karena keinginan untuk melestarikan budaya lokal.Berdiri sejak lima tahun lalu, Sanggar Batik Semarang Indah, milik Iin dan suaminya, sudah memiliki 25 karyawan. Karyawan-karyawan tersebut memiliki tugas masing-masing, mulai dari membatik sampai mewarnai.Dari 25 karyawan, Sanggar Batik Semarang Indah mampu memproduksi sekitar 10 lembar tulis dalam seminggu. Sedangkan untuk batik cetak mencapai 20 batik sehari. Dari total produksi tersebut, Iin bisa memperoleh omzet per bulan mencapai Rp 25 juta.Omzet itu didapatkan dari penjualan batik yang harganya bervariasi antara Rp 60.000 sampai Rp 1,5 juta per lembar. Murah dan mahalnya batik dipengaruhi oleh kesulitan motif dan jenis kain yang digunakan.Walau masih belum seterkenal batik jogja, pekalongan, atau batik solo, pelanggan batik Iin mencapai Jakarta, Bandung, sampai Ambon. "Karena masih terbilang jarang, ke depan batik semarang masih bisa bersaing dengan batik kota lain," katanya.Siti Khalifah juga menggeluti usaha batik semarang. Usaha yang berdiri sejak tahun 2006 ini, menurutnya, sangat menguntungkan. "Biasanya omzet rata-rata per bulan mencapai Rp 30 juta sampai Rp 50 juta," ucapnya.Siti membuat dan menjual berbagai macam motif batik semarang. Harga yang ditawarkan juga berbeda-beda. Namun, Siti mengaku, kebanyakan pembeli mencari batik dengan harga Rp 100.000 per lembar. "Ada yang lebih murah, tapi ada juga produk spesial dengan harga mencapai Rp 5 juta per helai," katanya.Batik semarang buatan Siti saat ini sudah merambah Jakarta dan Batam, selain tentu saja di Semarang. Ia optimistis dengan masa depan batik semarang, apalagi sekarang peminat batik bukan hanya datang dari kalangan orang tua, namun para remaja.Walau begitu, sampai saat ini Siti mengaku masih kesulitan memperoleh bahan baku batik asal Semarang. "Kami biasanya membelinya dari Pekalongan dan Yogyakarta," ujarnya.Iin Windi Indah Cahyani dan Siti Kholifah adalah dua dari 15 orang yang memiliki profesi utama sebagai pembatik. Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang tahun 2011 menunjukkan, pebisnis batik semarang masih langka. Dari 20 orang yang tercatat, saat ini hanya 15 orang yang menjadikannya sebagai profesi utama. "Batik Semarang sudah lama ada, namun meredup tahun 1970-an saat modal asing masuk," ungkap Dewi Yuliati, pendiri Sentra Batik Semarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi