Seiring konsumsi buah dan sayuran yang terus meningkat, kebutuhan benih ikut naik. Potensi bisnis pembenihan pun kian menggiurkan dengan nilai pasar lebih dari Rp 500 miliar per tahun. Perlu penuntasan sejumlah masalah.Sebagai negara agraris, kebutuhan produk hortikultura seperti tanaman dan buah tak bisa dianggap sepele. Apalagi, tingkat konsumsi sayuran dan buah masyarakat Indonesia terus meningkat. Hanya saja, sejumlah masalah masih bikin pusing petani dan pengusaha hortikultura. Lantaran itu, beberapa perusahaan benih cukup agresif menggarap pasar yang nilainya mencapai Rp 500 miliar tiap tahun. Salah satunya adalah PT East West Seed Indonesia. Dengan mengklaim menguasai 40% pasar benih nasional dan memiliki total 160 varian benih yang mayoritas sudah diproduksi di dalam negeri, East West secara intensif memberikan bimbingan teknik budidaya bagi para petani. “Kami memiliki banyak tenaga teknis,” ujar Afrizal Gindow, Direktur Pemasaran dan Penjualan PT East West Seed Indonesia. Pendampingan bertujuan agar petani lebih loyal. “Target penjualan naik 10% dari tahun lalu,” tambahnya. Sayang, ia enggan menyebutkan omzet tahun lalu. Catatan saja, East West juga mengekspor sekitar 10% dari produksi benih yang mencapai 1.500 ton per tahun ke sejumlah negara seperti Thailand, Filipina, Vietnam, dan India. “Setiap tahun kami mengeluarkan lebih dari lima produk baru,” terang Afrizal.Direktur Utama PT Agrosid Manunggal Sentosa, Ayub Darmanto juga berharap tahun ini bisa meningkatkan omzet penjualan sebesar 20%. Ayub mengklaim, dari sekitar 26 perusahaan yang bergerak di benih hortikultura, market share Agrosid Manunggal mencapai 10%. Makanya, mereka bakal meningkatkan penjualan dengan mengincar baik petani skala kecil yang memiliki lahan seluas 100 meter persegi (m²) hingga 200 m², juga petani skala besar yang lahannya hingga satu hektare. Caranya, “Kami juga meningkatkan kualitas penyuluh lapangan untuk penetrasi pasar,” ungkap Ayub.Ada transfer teknologiTerkait impor benih yang masih besar, Ayub mengakui, tidak semua benih hortikultura bisa diproduksi di dalam negeri lantaran perlu modal besar dan teknologi tinggi. ”Faktor harga komoditas di pasar, pengendalian hama, iklim yang mendukung juga jadi penentu,” ujarnya. Tantono Subagyo, Regulatory & Corporate Affair Advisor PT Syngenta Indonesia, menyatakan, Sygenta juga serius menggarap pasar ini. Mereka memperkuat lini bisnis benih hortikultura dengan membangun pabrik benih di Pasuruan dengan total dana sekitar Rp 250 miliar. Selain untuk produksi benih jagung, pabrik itu juga diarahkan ke produksi benih hortikultura. “Kami akan mulai beroperasi mulai November 2011 ini,” tuturnya. Sygenta yakin, kebutuhan benih hortikultura cukup besar dan belum bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Saat ini, kontribusi pendapatan Syngenta di benih hortikultura baru sekitar 10%. Pendapatan terbesar ditopang dari penjualan produk pestisida, yaitu hampir sebesar 75%. Sisanya yaitu 15%, disumbang oleh penjualan benih jagung.Toh, Tantono optimistis, penjualan dari benih hortikultura bisa meningkat dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Sayangnya, ia enggan menyebut target penjualan dari benih hortikultura. “Kita lihat seberapa besar permintaan pasar,” ujar dia. Meski makin banyak pemain yang masuk, Ayub berharap, ada transfer teknologi dari perusahaan besar ke perusahaan kecil. “Persaingan bisa fair tanpa menjatuhkan satu sama lainnya,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bisnis benih tanaman hortikultura makin gurih saja
Seiring konsumsi buah dan sayuran yang terus meningkat, kebutuhan benih ikut naik. Potensi bisnis pembenihan pun kian menggiurkan dengan nilai pasar lebih dari Rp 500 miliar per tahun. Perlu penuntasan sejumlah masalah.Sebagai negara agraris, kebutuhan produk hortikultura seperti tanaman dan buah tak bisa dianggap sepele. Apalagi, tingkat konsumsi sayuran dan buah masyarakat Indonesia terus meningkat. Hanya saja, sejumlah masalah masih bikin pusing petani dan pengusaha hortikultura. Lantaran itu, beberapa perusahaan benih cukup agresif menggarap pasar yang nilainya mencapai Rp 500 miliar tiap tahun. Salah satunya adalah PT East West Seed Indonesia. Dengan mengklaim menguasai 40% pasar benih nasional dan memiliki total 160 varian benih yang mayoritas sudah diproduksi di dalam negeri, East West secara intensif memberikan bimbingan teknik budidaya bagi para petani. “Kami memiliki banyak tenaga teknis,” ujar Afrizal Gindow, Direktur Pemasaran dan Penjualan PT East West Seed Indonesia. Pendampingan bertujuan agar petani lebih loyal. “Target penjualan naik 10% dari tahun lalu,” tambahnya. Sayang, ia enggan menyebutkan omzet tahun lalu. Catatan saja, East West juga mengekspor sekitar 10% dari produksi benih yang mencapai 1.500 ton per tahun ke sejumlah negara seperti Thailand, Filipina, Vietnam, dan India. “Setiap tahun kami mengeluarkan lebih dari lima produk baru,” terang Afrizal.Direktur Utama PT Agrosid Manunggal Sentosa, Ayub Darmanto juga berharap tahun ini bisa meningkatkan omzet penjualan sebesar 20%. Ayub mengklaim, dari sekitar 26 perusahaan yang bergerak di benih hortikultura, market share Agrosid Manunggal mencapai 10%. Makanya, mereka bakal meningkatkan penjualan dengan mengincar baik petani skala kecil yang memiliki lahan seluas 100 meter persegi (m²) hingga 200 m², juga petani skala besar yang lahannya hingga satu hektare. Caranya, “Kami juga meningkatkan kualitas penyuluh lapangan untuk penetrasi pasar,” ungkap Ayub.Ada transfer teknologiTerkait impor benih yang masih besar, Ayub mengakui, tidak semua benih hortikultura bisa diproduksi di dalam negeri lantaran perlu modal besar dan teknologi tinggi. ”Faktor harga komoditas di pasar, pengendalian hama, iklim yang mendukung juga jadi penentu,” ujarnya. Tantono Subagyo, Regulatory & Corporate Affair Advisor PT Syngenta Indonesia, menyatakan, Sygenta juga serius menggarap pasar ini. Mereka memperkuat lini bisnis benih hortikultura dengan membangun pabrik benih di Pasuruan dengan total dana sekitar Rp 250 miliar. Selain untuk produksi benih jagung, pabrik itu juga diarahkan ke produksi benih hortikultura. “Kami akan mulai beroperasi mulai November 2011 ini,” tuturnya. Sygenta yakin, kebutuhan benih hortikultura cukup besar dan belum bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Saat ini, kontribusi pendapatan Syngenta di benih hortikultura baru sekitar 10%. Pendapatan terbesar ditopang dari penjualan produk pestisida, yaitu hampir sebesar 75%. Sisanya yaitu 15%, disumbang oleh penjualan benih jagung.Toh, Tantono optimistis, penjualan dari benih hortikultura bisa meningkat dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Sayangnya, ia enggan menyebut target penjualan dari benih hortikultura. “Kita lihat seberapa besar permintaan pasar,” ujar dia. Meski makin banyak pemain yang masuk, Ayub berharap, ada transfer teknologi dari perusahaan besar ke perusahaan kecil. “Persaingan bisa fair tanpa menjatuhkan satu sama lainnya,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News