Penganan yang berasal dari adonan tepung terigu yang digoreng berbentuk cincin alias donat, sudah tidak diragukan lagi kepopulerannya. Rasanya yang lezat dan bisa diisi atau bagian atasnya dilapisi oleh berbagai jenis selai maupun krim membuat kudapan ini digemari oleh semua kalangan usia. Seiring berjalannya waktu, variasi isian maupun taburan alias topping donat makin beragam. Bentuknya pun tidak melulu memiliki lubang di tengahnya. Bahkan, kini juga banyak donat yang proses pembuatannya dengan cara di bakar. Lantaran pasarnya yang luas, bisnis menjual donat banyak dipilih oleh pelaku usaha kuliner. Bukan hanya membidik kelas menengah atas, banyak pula gerai yang mengincar konsumen dari kelas menengah ke bawah. Maka, persaingan usaha donat pun semakin ketat. Apalagi, sejumlah pemilik usaha menawarkan kemitraan.
Nah, kali ini, KONTAN akan mengupas perkembangan tiga kemitraan usaha donat yang sempat diulas sebelumnya. Apa saja kendala serta inovasi yang telah dilakukan? Mari simak ulasan kemitraan usaha donat dari Donat Bakar, Donat Kampung Utami (DKU) dan P-Donut. Donat Bakar Kemitraan usaha berbendera Donat Bakar alias Dokar berdiri sejak April 2008. Ketika KONTAN mengulas kemitraan usaha ini pada tahun 2013, Donat Bakar sudah memiliki 63 gerai, dua di antaranya adalah milik sendiri. Kini, mitra Donat Bakar sudah bertambah menjadi 77 mitra yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Pemilik Dokar, Iwan Abu Shalih mengatakan, sejak berdiri tahun 2008 hingga kini, dia tidak menaikkan harga investasi ataupun menaikkan harga jual produk. "Semua berjalan sama dan dengan sistem yang sama," kata dia. Untuk menjadi mitra Dokar, calon mitra cukup merogoh kocek sebesar Rp 7 juta. Dengan biaya sebesar itu, mitra akan mendapatkan satu unit booth, peralatan masak, bahan baku awal untuk pembuatan 100 donat, dan aneka jenis topping. Namun, jika membuka gerai di luar Pulau Jawa, manajemen pusat mewajibkan mitra membayar tambahan biaya Rp 8 juta untuk pengiriman peralatan, dan lain-lain. Kendala yang kerap Iwan hadapi selama menjalankan usaha ini yaitu terkadang ada mitra yang tidak berkomitmen untuk menjalankan usahanya secara berkesinambungan. Terkadang, ada mitra yang berhenti berjualan beberapa waktu kemudian aktif kembali setelah setahun. Pilihan rasa donat yang dia tawarkan saat ini sebanyak 42 pilihan rasa dengan berbagai macam topping. Di antaranya rasa cokelat, stroberi, burger, keju, selai buah maupun beberapa varian rasa dicampur menjadi satu. Supaya bisnisnya terus berkembang, Iwan mengaku rajin melakukan inovasi produk. Tahun ini, Iwan mengaku menyiapkan satu varian rasa baru, yaitu donat rasa teh hijau. Lantaran harga jual tidak naik, sehingga harga masih berkisar Rp 2.500−Rp 5.000 per buah. Donat Kampung Utami (DKU) Usaha ini berdiri pada tahun 2011. Awalnya Donat Kampung Utami (DKU) masih berupa kedai kecil yang berada di Jombang, Jawa Timur. Kemudian seiring perkembangan usaha, pada tahun 2008, Rosidah Utami, pemilik DKU, mulai menawarkan kemitraan usaha. Saat KONTAN mengulas bisnis DKU pada tahun 2013, DKU masih memiliki 1 mitra. Sekarang DKU telah memiliki 3 mitra yang berlokasi di Jombang, Mojokerto dan Jember, Jawa Timur. Rosidah mengaku, meski penambahan gerai tidak ekspansif, namun perkembangan penjualan donat di gerai-gerai yang beroperasi cukup pesat. Dalam sehari rata-rata gerainya bisa menghasilkan omzet sebesar Rp 5 juta per hari. Rosidah memang lebih fokus menciptakan resep donat kualitas premium kelas dunia. Ia mengaplikasikan lebih dari 60 jenis topping donat kualitas premium. Dia juga menjual produk tepung premix untuk membuat donat sampai ke luar negeri seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Rosidah mengaku memang ahli membuat resep donat, sehingga resepnya digunakan oleh pelaku usaha sejenis di dalam maupun luar negeri. "Gerai donat besar di Malaysia yang menggunakan resep buatan saya perkembangannya bagus dan gerainya kini menjadi tiga," kata dia. Meski sibuk dengan penjualan resep, dia tetap mengurusi bisnis kemitraannya. Dalam waktu dekat, akan ada gerai baru yang akan buka di Malang dan Bondowoso. Untuk nilai investasi tidak berubah, biaya kemitraan yang harus disiapkan mitra masih Rp 50 juta untuk konsep kafe kecil. Tapi itu belum termasuk sewa tempat. "Gerai yang buka di Jember menghabiskan biaya hingga Rp 700 juta dengan sewa ruko 2 lantai, " kata dia. Kenaikan harga bahan baku membuat harga jual donat sedikit meningkat dari awalnya Rp 4.000 per buah menjadi Rp 5.000 per buah. Meski sudah berhasil menciptakan donat kelas premium, namun Rosidah tidak pernah menjual donatnya di atas Rp 10.000 per buah. Dia memang sengaja menjual donat dengan harga terjangkau sehingga tetap bisa menjangkau semua lapisan masyarakat. Dia juga kerap meneriman pesanan donat di rumahnya. Ke depannya, Rosidah berkomitmen untuk terus berinovasi membuat resep baru agar pelanggan tidak bosan. P-Do Merek usaha donat lainnya adalah P-Do, yang merupakan singkatan dari Potato Donut. Usaha ini didirikan oleh Riko Ngatung di Depok, Jawa Barat pada tahun 2007 lalu. Di tahun yang sama, ia lantas menawarkan kemitraan donat kentang yang populer saat itu. Pada Oktober 2013, KONTAN mencatat ada 100 gerai yang beroperasi tersebar di Pulau Jawa maupun luar pulau Jawa seperti di Palembang dan di Balikpapan (Kalimantan). Selang setahun, P-Do kini telah menambah 50 gerai baru menjadi 150 gerai. "Usaha donat kentang ini masih cukup berkembang terutama di luar pulau Jawa," ujarnya. Adapun, tawaran paket investasi P-Do Donut kini sudah berubah. Setahun lalu, paket investasi ada dua macam, senilai Rp 7 juta untuk di dalam ruangan (indoor) dan Rp 9 juta untuk di luar ruangan (outdoor). Kini P-Donut hanya menawarkan satu paket investasi senilai Rp 9,9 juta. "Paket ini meliputi fasilitas booth, perlengkapan, mixer, etalase, bahan baku awal untuk satu minggu, isi aneka rasa buah, kemasan, dan seragam," ujar Riko. Riko tak mengutip royalti fee. Namun, terwaralaba harus memasok bahan baku P-DO dari Riko. Meski hanya menawarkan satu produk, yakni donat kentang, P-Do Donut memiliki keunggulan pada varian topping-nya yang banyak. Riko bilang, ada enam varian rasa yang tersedia seperti cokelat, stroberi, melon, jeruk, moka, dan orisinal. Harga jualnya berkisar Rp 2.500 per buah. Dalam sebulan, usaha P-Do Donut ini diestimasi dapat meraup omzet minimal Rp 6 juta per bulan, dengan keuntungan bersih bagi mitra sebesar Rp 3 juta per bulan. Meski jaringan mitra usaha sudah banyak, ia mengakui terkadang ada mitra usaha yang tak melanjutkan kembali bisnis donat kentangnya. Faktornya bermacam-macam. Kendala yang paling sering ditemui adalah mitra sulit mencari tenaga kerja terampil dan loyal. Hingga kini Riko masih mencari solusi agar bisa menyelesaikan masalah tersebut. Konsultan waralaba dan wirausaha, Khoerussalim Ikhsan, mengatakan, potensi pasar bisnis donat masih besar dan terbuka lebar. Karena makanan ini selalu dicari konsumen baik dari segmen bawah, menengah sampai kalangan atas. Tingginya permintaan tidak lantas membuat usaha donat selalu menggelinding. Beberapa di antara usaha mitra ada yang tutup. Ikhsan mengatakan, penutupan usaha tersebut biasanya dipengaruhi oleh buruknya komunikasi antara mitra dan pemilik kemitraan. “Bisa jadi si pemilik membuat peraturan baru yang belum disebarluaskan kepada mitra dan akhirnya mitra tidak sanggup menjalankan,” jelasnya pada KONTAN. Masalah komunikasi ini merupakan kendala yang banyak terjadi pada kemitraan usaha lain.
Selain itu, kualitas tenaga kerja di pusat juga menentukan keberhasilan bisnis mitra. Karena, mereka yang membuat standardisasi produk dan memantau perkembangan pasar. Bila tidak ada tenaga kerja yang bagus di pusat bisa dipastikan usaha mitra akan hancur. Sebab, usaha kemitraan donat ini terbilang usaha kemitraan yang murah karena nilai investasi rata-rata di bawah Rp 10 juta. Jadi, mitra akan mudah untuk meninggalkan usahanya bila mereka merasa bisnisnya tidak berkembang. Untuk menghindari kondisi tersebut, baiknya pemilik usaha dan mitra selalu menjaga komunikasi. Meski pasar masih besar, persaingan usaha donat juga ketat. Jadi bila ingin tetap eksis, mitra dan pemilik usaha harus rajin untuk melakukan promosi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini