KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten konstruksi swasta di tahun 2024 diprediksi masih penuh tantangan, meskipun masih berpeluang mencetak kenaikan nilai kontrak.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, pergerakan saham emiten konstruksi swasta trennya masih bersifat
random. “Tingkat pertumbuhannya tidak
double digit, jadi rekomendasinya masih
hold untuk emiten konstruksi swasta,” katanya kepada Kontan, Selasa (16/1).
Melansir laporan keuangan, PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) mencatat laba Rp109,58 Miliar atau melesat 66,29% secara tahunan pada kuartal III 2023. Sementara PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) membukukan laba bersih sebesar Rp 82,2 miliar hingga akhir September 2023, naik 23,6% dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 66,49 miliar.
Baca Juga: Telkom (TLKM) Alokasikan Capex 22% dari Pendapatan, Intip Rekomendasi Sahamnya Di sisi lain, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) mencatat rugi bersih Rp 151,2 miliar hingga kuartal III 2023, turun 33,3% dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 226,9 miliar. “
Tapi topline ACST masih baik dan walaupun masih
net loss, trennya sudah mulai baik,” ungkapnya. Menurut Nafan, di tahun 2024 ini kinerja fundamental emiten konstruksi bisa lebih membaik. Hal itu ditunjang dari partisipasi mereka dalam membangun proyek-proyek konstruksi. Apalagi kalau misalnya mereka membangun proyek strategis nasional (PSN). Sebab, PSN biasanya adalah proyek yang berkesinambungan, termasuk dalam proyek IKN. “PSN ini bisa jadi strategi bisnis mereka dalam meningkatkan kinerja perolehan kontrak di tahun ini,” paparnya. Menurut Nafan, meskipun BUMN Karya tengah diliputi sentimen negatif, emiten konstruksi swasta kemungkinan tak dapat limpahan proyek BUMN Karya.
Baca Juga: Produksi TBS Diyakini Bisa Naik 6% Tahun Ini, Begini Rekomendasi Saham ANJT ”Mereka pasti akan ikut tender dan pengerjaan proyek tetap akan dikerjakan sesuai kemampuan masing-masing emiten,” tuturnya. Tapi, Nafan tak menampik bahwa kinerja emiten konstruksi swasta bakal lebih baik dari emiten BUMN Karya. Sebab,
debt to equity ratio (DER) emiten swasta masih lebih rendah.
Editor: Tendi Mahadi