Bisnis Fintech Bakal Kena PPh dan PPN, Ini Tanggapan Para Pemainnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengaturan terhadap Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai turut berimbas pada industri financial technology. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja mengeluarkan ketentuan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyelenggaraan fintech.

Adapun, peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial yang ditetapkan Sri Mulyani pada 30 Maret 2022 dan diundangkan pada hari yang sama.

Dalam beleid baru tersebut, salah satu poin yang diatur ialah penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman (lender) dapat dikenakan potongan Pajak Penghasilan. Sehingga, lender kini tidak bisa menikmati imbal hasil yang utuh dari investasi di fintech P2P lending.


Secara rinci, lender bakal dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto bunga jika dia merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Lalu, pemberi pinjaman dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari jumlah bruto bunga jika pemberi pinjaman merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

Baca Juga: Peringati Hari Nelayan, Flip Gelar Kelas Literasi Keuangan untuk Nelayan Indonesia

Menanggapi ketentuan tersebut, CEO Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengatakan bahwa sejatinya selama ini pendapatan bunga yang didapat oleh lender selama ini memang sudah kena pajak. Bedanya, dengan beleid baru ini, platform langsung memotong pajak tersebut dari pendapatan bunga.

“Namun yang penting teknis pemungutannya perlu simple dan efektif,” ujar Ivan kepada KONTAN, Rabu (6/4).

Lebih lanjut, Ivan pun menyadari bahwa dengan adanya pemotongan pajak tersebut, imbal hasil yang didapatkan terkesan turun. Adapun, selama ini bunga yang ditawarkan perusahaan ada di kisaran 10% hingga 12%.

Hanya saja, Ivan optimistis bahwa jumlah lender di Akseleran tidak akan turun meskipun memang bisa menurunkan minat. Mengingat, saat ini pihaknya memiliki 200,000 retail lenders dan belasan lembaga keuangan.

“Ya mungkin ada sebagian yang berpikir bunga tidak menarik. Tapi menurut saya secara umum ok sih. Toh, (PPh) tidak terlalu besar,” ungkapnya.

Baca Juga: Akulaku Paylater Targetkan 50 Juta Member pada 2025

Sebagai informasi, jumlah rekening lender secara industri berdasarkan catatan OJK per Februari 2022 tercatat sekitar 148.882 rekening dengan outstanding pinjaman senilai Rp 33,82 triliun. Capaian tersebut naik dari posisi akhir tahun dengan jumlah rekening sekitar 135.743 rekening dengan nilai pinjaman mencapai Rp 29,2 triliun.

Sementara itu, pemain fintech lainnya, Danain menanggapi bahwa saat ini pihaknya masih mempelajari beleid baru tersebut. Mengingat, PMK ini baru saja diluncurkan. “Saya harus baca peraturannya dulu ya dan setelah itu saya coba tanyakan ke beberapa lender,” ujar CEO Danain Budiardjo.

Editor: Tendi Mahadi