Bisnis fintech, Tiphone patok jumlah transaksi naik empat kali lipat tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Tele Utama Nusantara (TUN), anak usaha dari PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) telah memasuki tahun kedua berbisnis financial technology (fintech) dengan menjalankan aplikasi Teleshop. Sebelumnya perusahaan dikenal sebagai reseller voucher data dan sim card provider.

Sejak 2017, TUN telah menggaet sekitar 25.000 mitra bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjalankan Teleshop. "Kami punya sekitar 380 biller yang sudah bisa ditransaksikan, top five yakni pulsa, token PLN, BPJS dan PDAM dan leasing," ujar Slamet Riyadi, Direktur TUN kepada Kontan.co.id, Senin (12/3).

Saat ini sebagian besar transaksi masih berupa pulsa, dimana TUN juga merangkap sebagai authorized dealer penjualan voucher Telkomsel. Berbekal jaringan teleshop disejumlah UMKM tersebut, Slamet mengklaim platform tersebut setiap harinya bisa melayani 500.000 transaksi.


"Di tahun ini kami bakal tambah mitra UMKM sebanyak 100.000 lagi. Pastinya transaksi bakal bertambah, kira-kira hampir empat kali lipat," beber Slamet. 

Dapat diperkirakan total transaksi yang didapati Teleshop setelah penambahan mitra tersebut mencapai 2 juta-2,5 juta transaksi dalam sehari.

UMKM yang menggunakan platform Teleshop akan dibekali alat (device) khusus oleh TUN. "Sengaja tidak langsung di-download di apps store, karena kami ingin lebih kompetitif dimana pada prinsipnya sales kami hadir langsung ke lapangan dan memprospek target market," ungkap Slamet.

Alat berupa Electronic Data Capture (EDC) tersebut sejatinya memiliki sistem operasi android. Slamet mengatakan, alat tersebut dipasok langsung dari China dengan kisaran harga US$ 300 per unitnya. 

Sehingga jika tahun ini TUN menargetkan penambahan mitra Teleshop sebanyak 100.000, maka jumlah dana yang diperlukan untuk memasok EDC tersebut sekitar US$ 30 juta.

Sebagai korporasi ritel yang besar, grup Tiphone ini tidak ingin ketinggalan dari start up fintech yang sudah-sudah. "Kekuatan kami ialah kami bisa coverage reseller kami yang sudah eksis. Dimana kami punya network yang besar," ujar Slamet.

Soal target bisnis, Slamet mengaku tidak ingin muluk-muluk. Sebab, katanya, untuk mengawali bisnis fintech pertimbangan ingin meraih pendapatan besar belum menjadi fokus utama. "Sekarang yang penting channeling dulu," sebutnya.

Perseroan cukup tergiur pertumbuhan e-commerce, dimana penetrasi industrinya hanya 11% namun pasarnya mampu naik hingga 22% di tahun 2017. Sedangkan nilai pasarnya sudah menembus US$ 7 miliar di tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi