KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satgas Waspada Investasi telah menangani 78 entitas yang diduga melakukan kegiatan investasi ilegal dari awal tahun hingga Mei 2018. Dari 78 entitas tersebut, ada kecenderungan bahwa praktik investasi ilegal menyasar pada bidang tertentu. Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing bilang, tahun ini entitas yang kerap masuk dalam daftar hitam berasal dari bidang forex, cryptocurrency, dan multi level marketing (MLM). Hal ini disebabkan, entitas yang mengatasnamakan bidang tersebut menawarkan imbal hasil yang tidak masuk akal kepada masyarakat. “Tidak mungkin ada kegiatan investasi yang bisa menghasilkan keuntungan 1% per hari,” ujarnya, Jumat (25/5).
Pernyataan Tongam bukan isapan jempol. Sebagai contoh, merujuk pada situs Otoritas Jasa Keuangan, Maret lalu, Satgas Waspada Investasi pernah merilis daftar entitas yang diduga melakukan kegiatan investasi ilegal. Dari daftar tersebut, 33 entitas di antaranya bergerak di bidang forex. Kemudian, sembilan entitas bergerak di bidang cryptocurrency dan delapan entitas bergerak di bidang MLM. Co-Founder BlokChain Nusantara, Dimaz Ankaa Wijaya mengapresiasi upaya Satgas Waspada Investasi dalam memberantas praktik investasi ilegal yang merugikan masyarakat. Hanya saja ia mempertanyakan validitas Satgas dalam menentukan pantas atau tidaknya suatu entitas disebut ilegal, terutama yang bergerak di bidang cryptocurrency. Dia menjelaskan, pada dasarnya cryptocurrency merupakan aset dengan pertumbuhan keuntungan paling tinggi. Salah satu jenis cryptocurrency, yakni bitcoin mencatat kenaikan harga sebesar 900% sepanjang 2017. Dengan kenaikan harga yang mencapai 900%, wajar apabila imbal hasil investasi bitcoin dianggap tidak masuk akal oleh Satgas. Tetapi karena faktanya memang seperti itu, Satgas tidak bisa serta-merta menjadikan faktor imbal hasil sebagai acuan dalam menangani praktik investasi ilegal. “Cryptocurrency itu bidang yang unik. Mestinya Satgas memiliki patokan yang berbeda,” katanya, Jumat (25/5). Di samping itu, tidak dapat dipungkiri bahwa belum adanya regulasi seputar perdagangan cryptocurrency di Indonesia membuat praktik investasi ilegal yang berkedok pada bidang tersebut marak terjadi.
“Mungkin karena regulasinya belum ada, Satgas belum punya formulasi yang jelas dalam memperlakukan entitas-entitas yang bergerak di bidang cryptocurrency,” ungkapnya. Financial Expert Universitas Prasetya Mulya, Lukas Setia Atmaja mengatakan, volatilitas harga cryptocurrency maupun forex tergolong tinggi. Hal itu memungkinkan kedua instrumen tersebut memberikan imbal hasil tinggi dalam waktu yang cepat. “Di saat yang sama, masih banyak masyarakat yang berpikir secara instan dalam berinvestasi tanpa mempertimbangkan risiko,” ujarnya, hari ini. Padahal, menurutnya, entitas ilegal yang berkedok cryptocurrency umumnya menggunakan skema ponzi atau piramida. Model bisnis seperti itu dianggap tidak akan terus berjalan stabil dalam jangka panjang. “Biasanya perusahaan yang menggunakan skema tersebut hanya bertahan satu atau dua tahun, kemudian pemiliknya membuat perusahaan yang baru lagi,” papar Lukas. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini