KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) dinilai punya prospek yang menarik secara jangka pendek maupun panjang. Kenaikan harga batubara akan menjadi katalis positif untuk kinerja jangka pendek. Sementara secara jangka panjang kinerja akan ditunjang oleh diversifikasi bisnis PTBA. Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu mengungkapkan, berbagai proyek diversifikasi dan hilirisasi dari PTBA akan berguna untuk meminimalisir dari dampak wacana pemberlakuan pajak karbon oleh pemerintah. Rencana ini tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022. Pajak ini akan dikenakan berdasar jumlah emisi yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi atau dikenakan atas objek sumber emisi.
Baca Juga: Begini upaya Phapros (PEHA) untuk kembangkan produksi alat kesehatan dalam negeri Objek potensial yang dapat dikenakan pajak karbon seperti bahan bakar fosil dan emisi yang dikeluarkan oleh pabrik atau kendaraan bermotor. Untuk pengenaan emisi atas aktivitas ekonomi, pemerintah dapat fokus pada sektor padat karbon seperti industri
pulp and paper, semen, pembangkit listrik, juga petrokimia. "Bisnis hilirisasi PTBA ini pada akhirnya bisa menjadi
buffer di tengah isu pajak karbon tersebut. Lewat hilirisasi, produksi batubara PTBA juga bisa diserap di sektor lain. Lewat hilirisasi, juga akan jadi katalis positif untuk kinerja jangka panjang," kata Dessy kepada Kontan.co.id, Rabu (16/6). Dessy meyakini, katalis positif untuk kinerja PTBA juga akan datang dari kenaikan harga batubara. Ia memproyeksikan, harga rata-rata batubara pada semester I-2021 akan berada di level US$ 92 per ton-US$ 95 per ton. Menurutnya, dengan harga batubara yang menguat, kinerja PTBA pada kuartal II-2021 akan terdorong. Apalagi, dengan PTBA yang memiliki strategi untuk mendorong ekspor, dinilai sebagai langkah yang baik karena bisa mendorong pendapatan PTBA.
Baca Juga: PT Timah (TINS) berfokus menjaga profil keuangan Hanya saja, Dessy menilai saat ini sektor batubara berpotensi mendapat sentimen negatif dari rencana penambahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke industri batubara. Rencana ini tertuang dalam Pasal 4A perubahan kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beleid ini diharapkan akan segera dibahas tahun ini oleh pemerintah bersama DPR RI, karena sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
Batubara sendiri sudah resmi menjadi Barang Kena Pajak (BKP) yang penyerahannya terutang PPN mulai 2 November 2020, sesuai dengan mandat Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tepatnya Pasal 112. Besaran PPN yang dikenakan terhadap komoditas batubara sebesar 10%.
“Efek penambahan PPN ke industri batubara menurut kami dapat menjadi sentimen negatif dan berpotensi menurunkan margin emiten tambang, termasuk PTBA,” imbuh Dessy. Walau begitu, Dessy menilai positif kinerja PTBA sejak pandemi tahun lalu yang terbukti cukup bertahan. Penurunan kinerja pada kuartal I-2021 diekspektasikan dapat terkompensasi dengan ekspektasi kenaikan produktivitas pada kuartal II-2021. Hal ini tidak terlepas dari kondisi cuaca yang lebih baik serta kenaikan harga batubara global. Untuk tahun ini, Samuel Sekuritas memproyeksikan pendapatan PTBA akan mencapai Rp 20 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 2,87 triliun. Dessy pun memberikan rekomendasi beli untuk saham PTBA dengan target harga Rp 3.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi