Bisnis hotel bujet diprediksi akan suram di 2014



JAKARTA. Masa depan bisnis hotel bujet (ekonomi) tahun 2014 dan dua tahun setelahnya, diprediksi tidak segemilang tahun 2011-2013. Tahun depan, memulai bisnis hotel murah ini dianggap tidak layak (feasible).

Demikian diungkapkan Direktur Ciputra Property Tbk, Artadinata Djangkar, kepada Kompas.com (20/11). Menurutnya, kadar kelayakan bisnis hotel ekonomi sudah mulai tergerus karena lonjakan harga lahan yang tak terkendali. Sementara untuk mengembangkan sebuah hotel atau fasilitas akomodasi itu harus mempertimbangkan lokasi. "Semakin dekat atau berada di pusat kota, maka harga lahannya semakin mahal. Di beberapa kota tujuan wisata, harga lahan sudah di atas Rp 5 juta per meter persegi. Bahkan ada beberapa di antaranya sudah menyentuh level dua digit.

Meskipun, benar bahwa hotel bujet di tengah kota berpotensi meraup jumlah tamu sekaligus pendapatan signifikan, namun tetap harus mempertimbangkan kelayakannya," papar Arta. Bisa jadi, lanjut Arta, jika dipaksakan memulai bisnis hotel bujet tahun depan, estimasi pay back menjadi lebih lama. Contohnya, pihaknya menganggarkan dana sekitar Rp 40 miliar-Rp 50 miliar untuk mengembangkan satu hotel ekonomi. Lokasinya berada di pusat kota, strategis dan memiliki akses memadai.


Dengan tarif per malam Rp 350.000-Rp 450.000, Arta mengasumsikan dapat mencapai pengembalian modal (pay back period) dalam waktu 6 hingga 8 tahun ke depan.

Asumsi Arta diamini Direktur Pelaksana Metropolitan Golden Management (MGM) Basari Bachri. Menurutnya, return on investment hotel kelas menengah, baik budget, bintang dua maupun tiga, lazimnya 7 tahun. Saat ini, Ciputra Property tengah menggarap pembangunan CitraDream di sejumlah kota di Indonesia. CitraDream merupakan brand hotel bujet yang mereka bangun dan kelola sendiri di bawah PT Ciputra Hospitality. CitraDream akan hadir di Cirebon, Semarang, Banjarmasin, Bengkulu, Yogyakarta, Bandung, Serpong dan Jakarta. Sementara sebagian besar lainnya, yakni 12 hotel lagi dalam pipeline bisnis hospitality Ciputra Property, menunggu siklus properti membaik. "Untuk saat ini kami menunda pengembangan baru sampai situasi memungkinkan. Kami mencari kesempatan (opportunity), saat siklus tengah turun, akan akuisisi lahan dengan harga murah untuk dikembangkan sebagai hotel bujet," imbuh Arta. Terlebih, pasok hotel di kota-kota tujuan wisata dan bisnis, dianggap berlebih. Sehingga Tingkat Penghunian Kamar (TPK) menurun. TPK hotel di Yogyakarta mengalami penurunan menjadi 78,4% selama periode Januari-Oktober 2013 untuk hotel bintang 3-5 ketimbang periode yang sama tahun lalu 88,5%. Sementara hotel melati non bintang sebesar 63,1% dibanding 65,4% tahun 2012. Sedangkan di Bali, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai akhir 2011 saja, telah dipenuhi 22.000 kamar hotel. Jumlah ini membengkak ketika setahun kemudian terdapat tambahan sekitar 3.400 kamar. Berturut-turut Bali akan disesaki sekitar 4.700 kamar pada 2013 dan 4.100 kamar pada 2014-2016. Sehingga menggenapi jumlah 34.226 kamar. Menurut Horwarth HTL Asia, menggelembungnya jumlah kamar hotel ini, jelas membuat pelaku bisnis perhotelan prihatin sekaligus khawatir. Mereka bahkan meminta pemerintah provinsi Bali membatasi pasokan hotel baru, sebab tingkat hunian terus menunjukkan tendensi penurunan akibat kelebihan pasok. Sekadar catatan, tingkat hunian hotel kelas B dan C sudah menurun sejak tiga tahun terakhir. Sementara jumlah pasokan jauh melebihi permintaan. Ekspansi

Untuk diketahui pertumbuhan hotel bujet di Indonesia, didorong oleh bisnis meeting, incentives, convention dan exhibition (MICE) dan jumlah pelancong kelas menengah. Selain Ciputra Property, terdapat Metland yang telah lebih dulu mengembangkan hotel ekonomi (@HOM) serta hotel syariah (Aziza). MGM menargetkan dapat mengelola sekitar 60 hotel. Sementara jaringan operator lokal macam Tauzia menargetkan dapat mengelola 33 hotel baru berbendera POP! hingga 2015. Untuk jaringan internasional seperti Accor Group, hingga tahun 2015 ke depan, membidik 100 properti yang akan mereka operasikan, 50% di antaranya merupakan hotel ekonomi. (Hilda B Alexander)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan