Berani berinovasi untuk memenuhi keinginan pasar merupakan kunci kesuksesan bisnis Ika Sufariyanti. Lewat merek Vannara dan Tanisha, perempuan berusia 27 tahun ini sukses mengembangkan pakaian muslim dan baju hamil desain sendiri.Kalau bingung hendak memulai bisnis apa, coba saja cari tahu apa yang Anda butuhkan. Cara yang sama pernah dilakukan Ika Sufariyanti ketika mulai menggeluti bisnis baju muslim. Saat ini, usahanya telah besar dan mendatangkan omzet lebih dari Rp 200 juta per bulan. Baju muslim bermerek Vannara serta baju ibu hamil dan menyusui bermerek Tanisha sudah dia pasarkan melalui 50 agen di seluruh Indonesia.Keunggulan baju muslim Vannara adalah model yang simpel dan bahannya berkualitas. Tidak seperti baju muslim lain yang kerap terlihat ramai oleh hiasan berupa mote dan manik-manik, model baju muslim Vannara tampak lebih polos, namun tetap trendi. Target pasarnya memang anak-anak kuliahan dan ibu-ibu muda.Adapun Tanisha lebih unggul karena inovasi terhadap bukaan pada baju untuk menyusui. Maklum, di pasar, belum banyak baju hamil dan menyusui yang nyaman digunakan untuk sehari-hari. Sejatinya, ide Ika membuat usaha baju berasal dari kesulitannya menemukan baju muslim yang nyaman. Demikian pula ketika ia hamil dan harus menyusui putra pertama. “Saya sulit menemukan desain baju yang simpel, nyaman, namun sopan,” kata istri dari Ferry Andriyanto ini. Tak disangka, banyak juga orang menemui kesulitan serupa.Kesempatan Ika memulai usaha datang pada awal tahun 2009. Kala itu Ika yang lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) ini sudah memiliki pekerjaan sebagai distributor baju muslim dari sebuah pabrik. Namun, bermodal uang tabungannya sebesar Rp 2,5 juta, ia nekat memulai usahanya dengan menjual baju muslim buatannya sendiri. Ia menggunakan uang sebesar itu untuk membeli kain warna-warni dasar seperti hitam, biru, merah, dan putih.Ika membuka kembali 50 coretan desain baju muslim miliknya selepas kuliah dulu. Setelah menemukan empat desain yang paling pas, ia mulai mencari tukang jahit dan menjahitkan pakaiannya. “Perlu waktu sebulan untuk mendapat tukang jahit yang pas dan mengerti keinginan saya,” jelas perempuan kelahiran Padang, 4 Juli 1984 ini.Kreatif sejak kecilBenih kejelian Ika melihat peluang sebenarnya sudah tumbuh sejak kecil. Ia terkenal kreatif. Ketika SMP ia sering membuat sendiri kartu lebaran untuk dikirimkan ke teman-temannya lewat pos. Bersama ibunya, ia mengumpulkan daun-daun kering dan berkreasi membuat kartu lebaran dari kertas daur ulang. Ayahnya yang bekerja di PT Semen Padang membawakan kertas-kertas bungkus semen untuk bahan materialnya. Meski tidak dijual, Ika mengaku puas karena bisa membuat teman-temannya senang.Kendati berasal dari keluarga berkecukupan, Ika tidak dimanja oleh kedua orangtuanya. Sejak kecil, ia terbiasa mendapatkan segala sesuatu dengan berusaha. Ketika menimba ilmu di bangku kuliah, ia baru tergelitik berbisnis kecil-kecilan. Lantaran sering bolak-balik ke Jakarta bersama sang ibu, Ika kerap mendapat aksesori unik dari Tanahabang. Teman-teman kuliahnya suka dan mulai memesan. “Waktu itu, saya dapat untung Rp 100.000 dan langsung dipakai jalan-jalan ke mal,” ujarnya sambil tertawa.Ika mengaku, kesuksesannya berbisnis baju Vannara diga-wangi oleh pameran yang digelar Komunitas Tangan di Atas (TDA) pada Februari 2009. Itulah babak awal bisnis bajunya. Mewakili dirinya yang sedang hamil besar, suami Ika mengikuti pameran TDA di Jakarta. Tak disangka, empat baju contoh yang dibawakan Ika ludes terjual. Bahkan, permintaan menjadi agen Vannara berdatangan. Dari yang tadinya hanya satu agen, saat ini, Ika sudah memiliki 50 agen lepas di seluruh Indonesia.Ika sempat kewalahan menangani pesanan. Ia meminta suaminya mengundurkan diri dari perusahaan perkapalan. Maklum, saat itu, Ika yang sedang hamil tua pernah sampai harus mengangkat dua kardus besar berisi 50 potong baju untuk dikirim ke beberapa agen. “Saya sampai menangis karena saat itu justru tak ada yang membantu,” kenangnya. Setelah sang suami mengundurkan diri dari tempat kerjanya, Ika lebih fokus mengurusi produksi pakaian muslim dan ibu hamil. Suaminya lebih mengurus bagian pemasaran dan promosi. Dari yang semula hanya memiliki dua karyawan dan satu tukang jahit, saat ini, Ika memiliki 20 tukang jahit dan tujuh karyawan. Untuk menguatkan distribusi, Ika membuat sistem keagenan berkala, yaitu agen silver dengan maksimal pembelian 25 potong, agen gold maksimal 50 potong, dan agen platinum dengan maksimal pesanan sebanyak 100 potong baju.Semua model baju hamil dan melahirkan buatan Ika tersedia lewat bukaan kancing, bukaan ritsleting, dan bukaan tarik samping, sekaligus memudahkan saat menyusui bayi. Rata-rata baju Vannara dan Tanisha dibanderol seharga Rp 150.000– Rp 200.000 per potong. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bisnis Ika berawal dari kebutuhan, hasilnya omzet jutaan
Berani berinovasi untuk memenuhi keinginan pasar merupakan kunci kesuksesan bisnis Ika Sufariyanti. Lewat merek Vannara dan Tanisha, perempuan berusia 27 tahun ini sukses mengembangkan pakaian muslim dan baju hamil desain sendiri.Kalau bingung hendak memulai bisnis apa, coba saja cari tahu apa yang Anda butuhkan. Cara yang sama pernah dilakukan Ika Sufariyanti ketika mulai menggeluti bisnis baju muslim. Saat ini, usahanya telah besar dan mendatangkan omzet lebih dari Rp 200 juta per bulan. Baju muslim bermerek Vannara serta baju ibu hamil dan menyusui bermerek Tanisha sudah dia pasarkan melalui 50 agen di seluruh Indonesia.Keunggulan baju muslim Vannara adalah model yang simpel dan bahannya berkualitas. Tidak seperti baju muslim lain yang kerap terlihat ramai oleh hiasan berupa mote dan manik-manik, model baju muslim Vannara tampak lebih polos, namun tetap trendi. Target pasarnya memang anak-anak kuliahan dan ibu-ibu muda.Adapun Tanisha lebih unggul karena inovasi terhadap bukaan pada baju untuk menyusui. Maklum, di pasar, belum banyak baju hamil dan menyusui yang nyaman digunakan untuk sehari-hari. Sejatinya, ide Ika membuat usaha baju berasal dari kesulitannya menemukan baju muslim yang nyaman. Demikian pula ketika ia hamil dan harus menyusui putra pertama. “Saya sulit menemukan desain baju yang simpel, nyaman, namun sopan,” kata istri dari Ferry Andriyanto ini. Tak disangka, banyak juga orang menemui kesulitan serupa.Kesempatan Ika memulai usaha datang pada awal tahun 2009. Kala itu Ika yang lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) ini sudah memiliki pekerjaan sebagai distributor baju muslim dari sebuah pabrik. Namun, bermodal uang tabungannya sebesar Rp 2,5 juta, ia nekat memulai usahanya dengan menjual baju muslim buatannya sendiri. Ia menggunakan uang sebesar itu untuk membeli kain warna-warni dasar seperti hitam, biru, merah, dan putih.Ika membuka kembali 50 coretan desain baju muslim miliknya selepas kuliah dulu. Setelah menemukan empat desain yang paling pas, ia mulai mencari tukang jahit dan menjahitkan pakaiannya. “Perlu waktu sebulan untuk mendapat tukang jahit yang pas dan mengerti keinginan saya,” jelas perempuan kelahiran Padang, 4 Juli 1984 ini.Kreatif sejak kecilBenih kejelian Ika melihat peluang sebenarnya sudah tumbuh sejak kecil. Ia terkenal kreatif. Ketika SMP ia sering membuat sendiri kartu lebaran untuk dikirimkan ke teman-temannya lewat pos. Bersama ibunya, ia mengumpulkan daun-daun kering dan berkreasi membuat kartu lebaran dari kertas daur ulang. Ayahnya yang bekerja di PT Semen Padang membawakan kertas-kertas bungkus semen untuk bahan materialnya. Meski tidak dijual, Ika mengaku puas karena bisa membuat teman-temannya senang.Kendati berasal dari keluarga berkecukupan, Ika tidak dimanja oleh kedua orangtuanya. Sejak kecil, ia terbiasa mendapatkan segala sesuatu dengan berusaha. Ketika menimba ilmu di bangku kuliah, ia baru tergelitik berbisnis kecil-kecilan. Lantaran sering bolak-balik ke Jakarta bersama sang ibu, Ika kerap mendapat aksesori unik dari Tanahabang. Teman-teman kuliahnya suka dan mulai memesan. “Waktu itu, saya dapat untung Rp 100.000 dan langsung dipakai jalan-jalan ke mal,” ujarnya sambil tertawa.Ika mengaku, kesuksesannya berbisnis baju Vannara diga-wangi oleh pameran yang digelar Komunitas Tangan di Atas (TDA) pada Februari 2009. Itulah babak awal bisnis bajunya. Mewakili dirinya yang sedang hamil besar, suami Ika mengikuti pameran TDA di Jakarta. Tak disangka, empat baju contoh yang dibawakan Ika ludes terjual. Bahkan, permintaan menjadi agen Vannara berdatangan. Dari yang tadinya hanya satu agen, saat ini, Ika sudah memiliki 50 agen lepas di seluruh Indonesia.Ika sempat kewalahan menangani pesanan. Ia meminta suaminya mengundurkan diri dari perusahaan perkapalan. Maklum, saat itu, Ika yang sedang hamil tua pernah sampai harus mengangkat dua kardus besar berisi 50 potong baju untuk dikirim ke beberapa agen. “Saya sampai menangis karena saat itu justru tak ada yang membantu,” kenangnya. Setelah sang suami mengundurkan diri dari tempat kerjanya, Ika lebih fokus mengurusi produksi pakaian muslim dan ibu hamil. Suaminya lebih mengurus bagian pemasaran dan promosi. Dari yang semula hanya memiliki dua karyawan dan satu tukang jahit, saat ini, Ika memiliki 20 tukang jahit dan tujuh karyawan. Untuk menguatkan distribusi, Ika membuat sistem keagenan berkala, yaitu agen silver dengan maksimal pembelian 25 potong, agen gold maksimal 50 potong, dan agen platinum dengan maksimal pesanan sebanyak 100 potong baju.Semua model baju hamil dan melahirkan buatan Ika tersedia lewat bukaan kancing, bukaan ritsleting, dan bukaan tarik samping, sekaligus memudahkan saat menyusui bayi. Rata-rata baju Vannara dan Tanisha dibanderol seharga Rp 150.000– Rp 200.000 per potong. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News