JAKARTA. Bisnis salon kecantikan terus menunjukkan daya tariknya. Pertumbuhan bisnis ini terus meningkat. Pasarnya yang luas mulai menyasar pasar kelas menengah ke bawah hingga kelas atas menawarkan pesona bisnis tersendiri. Apalagi, bisnis ini juga mengikuti daya beli masyarakat yang juga terus bertumbuh. Naiknya daya beli masyarakat membuat mereka menjadi lebih melek terhadap penampilan. Tak pelak, kondisi ini mendatangkan rezeki bagi bisnis salon kecantikan dan spa. Beberapa pebisnis salon kecantikan dan spa yang diwawancara KONTAN mengatakan, bisnis mereka terus mengalami pertumbuhan cukup besar. Mereka sepakat pasar bisnis salon kecantikan di Indonesia saat ini masih lebar. Berikut ulasan:
Rumah Lulur Frangipani Bulan Juli tahun 2010 lalu, KONTAN mengulas tawaran waralaba Rumah Lulur Frangipani. Saat itu, salon kecantikan dan spa yang bermarkas di Solo, Jawa Tengah ini baru punya dua cabang, satu milik sendiri dan satu milik mitra. Kini, Rumah Lulur Frangipani yang berdiri sejak tahun 2009 ini, sudah memiliki 19 cabang dengan 18 outlet adalah milik mitra. Outlet mereka tersebar di sejumlah daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Pekanbaru, Batam, Manado, Bali, Salatiga, hingga Bojonegoro, Jawa Timur. Lucas Setiabudi, pemilik Rumah Lulur Frangipani menuturkan, perkembangan bisnisnya ini tak terlepas dari permintaan jasa salon kecantikan dan spa di masyarakat yang terus tumbuh. Apalagi, pasar yang dibidik oleh Rumah Lulur Frangipani adalah masyarakat dengan penghasilan kelas menengah. Selain relatif tidak terkendala dengan masalah keuangan, mereka juga peduli dengan penampilan. Untuk menarik minat calon mitra, awal sejak hingga kini, Frangipani tetap mematok tawaran investasi sebesar Rp 35 juta. Ia juga konsisten tidak memungut royalti
fee dengan alasan ingin memudahkan calon mitra dalam mengembangkan usahanya. Hanya saja, untuk menyeimbangkan kenaikan harga bahan baku di pasaran, Lucas menaikkan harga beberapa layanan jasa spa. Seperti paket perawatan
body massage,
body scrub, dan
shower yang sebelumnya Rp 40.000 per jam menjadi Rp 60.000 per jam. Sedang paket perawatan satu jam - satu setengah jam yang terdiri dari layanan
body massage,
body scrub,
masker body,
steam, dan mandi aromaterapi, yang sebelumnya Rp 80.000, sekarang menjadi Rp 125.000 per jam. Adapun paket Rp 100.000 untuk perawatan tubuh selama dua hingga dua setengah jam sekarang jadi Rp 180.000 per jam. Khusus untuk paket
pre wedding, harganya tetap, yakni Rp 400.000 untuk tiga kali perawatan. Cuma waktu perawatan lebih pendek, dari tiga jam sekarang jadi satu setengah jam saja. Saat ini Rumah Lulur Frangipani lebih fokus pada layanan jasa ketimbang jualan obat. Kalau dulu komposisi pendapatan layanan jasa dengan komposisi sebesar 70% dan penjualan produk 30%, sekarang 90% dari layanan jasa dan 10% untuk produk. Dengan kenaikan ongkos layanan, Frangipani berharap mitra mendapatkan omzet lebih besar serta bisa mengimbangi kenaikan harga bahan baku untuk kebutuhan salon. "SS" Wulandari Bisnis perawatan kecantikan yang juga diulas KONTAn adalah "SS" Wulandari Salon & Spa dari Yogyakarta. Salon kecantikan ini menawarkan kemitraan sejal 2008, atau tiga tahun sejak berdiri. Pemilik usaha “SS” Wulandari, Imansyah Sutrisno bilang, ia menawarkan kemitraan setelah merasa berhasil membuka dua cabang miliknya. Dengan modal awal sekitar Rp 300 juta, Imansyah yakin mitra mampu menikmati balik modal dalam waktu setahun. “Kami menawarkan layanan yang lengkap, mulai dari salon, potong rambut b, rias wajah, lulur, hingga spa cokelat,” ujarnya berpromosi. Kini “SS” Wulandari sudah memiliki 13 outlet salon milik mitra yang tersebar di kawasan Jabodetabek, Malang dan Bandung. Imansyah mengatakan, ia memang mencoba fokus menguatkan
branding di kawasan Jawa. Setelah cukup kuat, ia baru akan mematangkan konsep pembukaan mitra di luar Jawa. Paket investasi “SS” Wulandari kini juga mengalami kenaikan harga. Bila sebelumnya, lisensi merek untuk kerja sama selama 5 tahun cuma sebesar Rp 35 juta, kini naik menjadi Rp 50 juta. Dengan modal itu, mitra mendapat bantuan prosedur standar operasional dan standar desain interior. "Jika ditambah kebutuhan pelatihan sumber daya manusia dan pengadaan perlengkapan salon, investasi awal totalnya minimal Rp 225 juta,” tandas Imansyah. Sebelumnya nilai total investasi awal hanya berkisar antara Rp 175 juta hingga Rp 200 juta. Biaya ini belum termasuk lokasi usaha yang harus disediakan mitra dengan minimal ruangan berukuran 150 m². Soal ongkos layanannya, “SS” Wulandari mematok harga mulai dari Rp 25.000 untuk potong rambut, hingga Rp 250.000 untuk spa. Ongkos rias wajah Rp 300.000. Ia memprediksi omzet rata-rata tiap bulan mitra bisa mencapai Rp 30 juta - Rp 50 juta, dengan kisaran laba bersih bisa mencapai 50%. Dari jumlah itu, "SS" Wulandari memungut biaya royalti 5% dari omzet. Imansyah optimistis prospek bisnis salon kecantikan masih cemerlang. Dari pengalaman outlet yang ia kelola, dalam sehari pelanggan yang datang sekitar 10 - 20 orang. Malah di akhir pekan jumlah ini bisa naik dua kali lipat. International Beauty and Health Spa Kemilau bisnis salon kecantikan juga dirasakan PT Schrammek Indonesia Sujadi yang juga memiliki International Beauty and Health Spa. Perusahaan ini menggeluti bisnis ini sejak 1986 lalu, di kota Medan. Baru September 2011 lalu, mereka mulai menawarkan waralaba International Beauty and Health Spa. Saat KONTAN mengulas waralaba ini Oktober 2011 lalu, waralaba yang menggunakan produk Dr Med Christine Schrammek, yang diimpor dari Jerman ini belum memiliki mitra. Mereka hanya mengoperasikan dua gerai milik sendiri di Medan. Saat itu, mereka menawarkan tiga paket investasi, yakni Paket Express seharga Rp 85 juta, Advance Rp 160 juta, dan Professional Rp 310 juta. Irene Tan, manajer pemasaran PT Schrammek Indonesia menjelaskan, kini pihaknya telah melakukan penambahan dua gerai baru milik mitra di Makassar dan Denpasar. Penambahan dua gerai ini karena optimisme bisnis salon kecantikan masih bagus dan potensial. "Permintaannya cukup tinggi. Jumlah pengunjung juga naik 20%," ujarnya. International Beauty sebelumnya menawarkan paket perawatan dengan harga mulai Rp 160.000 - Rp 3 juta. Kini mereka menawarkan paket hemat Rp 120.000 - Rp 1,5 juta. Meski turun harga, Irene bilang, omzet tiap gerai per bulan rata-rata bisa Rp 25 juta-Rp 50 juta per bulan. Makanya, ia optimistis, mitra bisa balik modal 1,5 tahun -3 tahun. Irene menargetkan, tahun ini, mereka bisa menambah empat gerai baru di Indonesia Timur seperti Makassar dan Papua. "Kami juga akan menyasar Bali yang berprospek cerah," lanjutnya. Kota Jakarta belum menjadi tujuan lantaran sudah banyak salon yang mengusung konsep internasional. Makanya, mereka memilih menguatkan
brand diwilayah lain yang belum terlalu padat dengan bisnis salon kecantikan setara bisnis mereka. "Mungkin baru tahun depan kami akan ka Jakarta," tandas Irene. Tambah gerai belum tentu sukses Bisnis salon dan perawatan kecantikan memang terlihat terus mekar karena pertumbuhan mitra stabil. Gerai juga masih ramai oleh pengunjung.Dalam pengamatan Utomo Njoto, pengamat franchise dari Franchise Technology Consulting, bisnis salon kecantikan saat ini memang masih menjanjikan laba mengkilat. Khususnya bisnis kecantikan dalam bentuk perawatan kulit atau skin care. "Bisnis kecantikan masih menarik di level," jelasnya.Meski begitu, ia mengingatkan pemain di sektor bisnis ini harus cerdas dalam memainkan bisnisnya dan menarik konsumen. Sebab meski dari sisi pertumbuhan penjual brand franchise terus berjalan dengan terus bertambahnya outlet, namun pemain dalam bisnis ini tidak boleh berpuas diri. Mereka belum bisa disebut sukses, jika omzet mitra tidak berubah atau malah turun. Pasalnya, menurut Utomo, pemilik franchise abai dengan hal ini. Mereka untung besar tapi mitra malah tak untung.
Karena itu, Utomo mengingatkan, para penjual waralaba harus bekerja keras untuk mewujudkannya kenaikan omzet mitra mereka. Dengan begitu, kedua belah pihak sama-sama untung. Di sisi lain, bisnis di salon kecantikan dan spa saat ini masih belum banyak dikenal publik. Untuk itu, Utomo menyarankan agar pemain di bisnis ini rajin melakukan promosi atau publikasi agar layanan spa semakin mewabah di kalangan konsumen. Mereka juga harus rajin mengontrol tingkat kepuasan konsumen. Maklum, bisnis ini adalah layanan. Kesetiaan konsumen akan mengalirkan omzet yang tak terputus. n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: