Bisnis kedai kopi ternyata masih beraroma



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Usaha kedai kopi di tanah air seolah enggak pernah mati dan memunculkan pelaku bisnis baru dari tahun ke tahun. Maklum, penikmat kopi di Indonesia sangat banyak, sehingga hampir bisa dipastikan pasar kedai kopi selalu terbuka.

Hanya, pemain baru yang terus bermunculan dalam bisnis ini membuat persaingan usaha semakin ketat. Alhasil, belakangan tak sedikit pelaku usaha kedai kopi yang mulai meninggalkan bisnis tersebut. Soalnya, mereka sulit mengatur bisnisnya lagi. Namun, banyak pula yang enggan menyerah dan berinovasi, dengan memunculkan kedai kopi yang mengusung konsep-konsep unik lagi menarik.

Beberapa tahun lalu, KONTAN sempat mengulas kemitraan dan peluang usaha dari kedai kopi. Kali ini kami kembali mengupas perkembangan sejumlah kedai kopi.


Ada tiga pelaku usaha yang KONTAN kupas kembali, yakni Coffee and Chef, Lopecoffee, dan Koffie Lucky. Yuk, simak ulasannya berikut:

- Coffee and Chef

Menekuni bisnis kedai kopi sejak 2014, Yudi Haryanto telah melalui berbagai pengalaman selama menjalankan usahanya. Meski belakangan kedai kopi tumbuh subur di tanah air, pemilik Coffee and Chef ini mengaku tidak mengalami kendala berarti.

Bahkan, kondisinya sekarang jauh lebih baik. Peminat kopi terus meningkat dan tren pasarnya membaik. "Minum kopi sekarang juga sudah menjadi gaya hidup bagi beberapa kalangan, sehingga permintaannya semakin tinggi, ujar Yudi ke KONTAN.

Permintaan yang tinggi tak hanya meningkatkan penjualan, juga mengerek jumlah mitra Coffee and Chef. Saat KONTAN mengulasnya pada akhir 2017 lalu, Coffee and Chef baru memiliki 20 gerai. Saat ini, jumlahnya meningkat menjadi 27 gerai yang tersebar di berbagai daerah. Bahkan dalam waktu dekat, mitra Coffee and Chef akan bertambah di Gorontalo dan Serpong, Tangerang Selatan.

Coffee and Chef saat ini menawarkan paket kemitraan senilai Rp 500 juta untuk jenis kafe dan restoran. Kemitraan ini menawarkan berbagai fasilitas, mulai perlengkapan dan peralatan, inhouse management, lisensi selama lima tahun, hingga pelatihan.

Mulai tahun ini, Coffee and Chef akan menawarkan paket kemitraan baru, yaitu Coffee and Chef Express. Kerjasama ini berkonsep kedai kopi khusus take away yang akan meluncur pada awal Maret nanti. Kami mendirikan Coffee and Chef Express karena memang tingginya permintaan dari mitra yang menginginkan konsep kedai kopi take away yang ekspres," imbuh Yudi.

Dengan membeli paket ini, mitra akan mendapatkan perlengkapan dan peralatan operasional, teknologi informasi (IT), pelatihan dan manajemen, dan kontrak selama lima tahun. Paket kemitraan tersebut berharga Rp 150 juta.

Pada tahun ini, Yudi menargetkan, Coffee and Chef Express bisa langsung menembus 15 gerai. Sementara untuk kemitraan kafe dan restoran, dia berharap, bisa menambah lagi 10 gerai di 2019.

- Lopecoffee

Lopecoffee milik Eko Satya Husada berdiri sejak 2010 di Samarinda, Kalimantan Timur. Tetapi, Eko sudah menjualnya ke orang lain.

Saat KONTAN mengulasnya beberapa tahun lalu, Lopecoffee menawarkan paket kemitraan dengan investasi Rp 283 juta. Dicky Permana, mantan Manajer Pengembangan Usaha Lopecoffee, menjelaskan, sudah sejak 2016 lalu kepemilikan usaha ini berpindah tangan ke orang lain.

Meski begitu, Lopecoffee beroperasi, begitu juga dengan kedai milik mitra. Hanya Dicky mengungkapkan, omzet Lopecoffee merosot drastis. Tapi, dia tidak tahu penyebabnya. Yang jelas, sampai sekarang, lima Lopecoffee masih menjalankan bisnisnya yang berlokasi di Berau, Tarakan, Malinau, Balikpapan, dan Samarinda. Pemiliknya bukan Eko lagi, sudah dijual karena ada penurunan omzet yang drastis, ungkap Dicky.

Sampai sekarang, Lopecoffee menawarkan beberapa varian kopi, seperti kopi Gayo, Lintong, Toraja, dan expresso khas Italia. Banderol harganya mulai Rp 21.000 hingga Rp 25.000 per cangkir.

- Koffie Lucky

Nosa Pratama asal Bandung membangun bisnis Koffie Lucky sejak 2015 dan menawarkan kemitraan mulai akhir 2016. Saat KONTAN mengupasnya pada Juni 2017, Koffie Lucky punya tiga gerai di Tanjungbalai (Sumatra Utara), Batam (Kepulauan Riau), dan Bandung. Dua gerai milik pusat dan satu milik mitra.

Tiga tahun kemitraan Koffie Lucky berjalan, kini gerainya bertambah, walau hanya dua outlet. Satu di Depok (Jawa Barat) dan satu lagi di Malang (Jawa Timur). "Gerai milik mitra ada di Tanjungbalai dan Depok, selebihnya punya saya. Memang, target saya bisa punya gerai sendiri sampai lima gerai," kata Nosa.

Ada perubahan nilai investasi yang Nova tawarkan. Dulu nilai investasi kemitraan Koffie Lucky sebesar Rp 150 juta, kini naik menjadi Rp 200 juta. Dia menjelaskan, kenaikan nilai investasi tersebut lantaran pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). "Karena nilai kurs dollar AS menguat, jadi semua peralatan harganya naik karena kebanyakan peralatan impor," ujarnya.

Dengan modal tersebut, mitra akan mendapat peralatan usaha, kitchen set dan bar set, mesin kopi, produk kopi seperti powder taro, kopi, powder greenteapowder cokelat, powder red velvet, dan bahan minuman lain. Di samping itu, mitra juga dapat sistem operasional prosedur (SOP) manajemen, software, dan pelatihan karyawan.

Kerjasama kemitraan berlangsung selama empat tahun. Setelah itu, mitra yang ingin memperpanjang kemitraan cukup membayar Rp 100 juta sebagai biaya royalti untuk kongsi tiga tahun selanjutnya. Mitra juga wajib membeli bahan baku kopi dan minuman lain dari pusat. Ada tim pengawas kualitas yang akan mengawasi, agar produk minuman di gerai mitra sama dengan pusat, katanya.

Selain itu, mitra juga akan dipungut biaya royalti pada bulan keempat setelah beroperasi. Besaran biaya royalti yang wajib dibayarkan yakni Rp 1,7 juta per bulan.

Soal kendala dalam menawarkan kemitraan kedai kopi, Nosa menyebutkan, para calon mitra sering terkendala tempat usaha. Tarif sewa tempat usaha yang kian mahal dan belum tentu strategis jadi persoalan tersendiri.

Terlebih, saat ini sewa tempat usaha rata-rata harus di atas satu tahun. Ini membuat modal yang mitra keluarkan membengkak. "Kalau sewa kebanyakan minta langsung bayar untuk tiga tahun sekaligus. Atau kalau bisa disewa tahunan, biasanya di tahun kedua harga naik drastis. Itu yang buat perhitungan balik modal tiap mitra jadi berbeda-beda," ungkap Nova.

Lantaran kendala tersebut, Nosa lebih memprioritaskan calon mitra yang sudah memiliki tempat sendiri. Artinya, tidak perlu lagi menyewa tempat milik orang lain.

Tahun ini, Nosa memasang target bisa membuka satu gerai di Bali. "Yang di Malang sedang dalam proses dan rencananya soft opening Maret besok," imbuhnya.

Anda tertarik?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon