KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga September 2024, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) berhasil mencetak pertumbuhan pendapatan hingga dua digit. Penopang kenaikan tersebut dari segmen financial technology (fintech). Melansir laporan keuangan yang dirilis pada Rabu (30/10), GOTO meraup pendapatan bersih Rp 11,66 triliun per September 2022. Tumbuh 10,96% secara tahunan atau y
ear on year (yoy) dari Rp 10,51 triliun. Direktur Utama Grup GOTO, Patrick Walujo menjelaskan, kinerja hingga kuartal III-2024 merupakan keberhasilan dari seluruh ekosistem Grup GOTO "Sebuah model yang semakin membuahkan hasil seiring dengan upaya kami secara agresif mendapatkan pengguna baru dan meningkatkan profitabilitas di seluruh bisnis," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (30/10).
Dengan perkembangan positif, Patrick memproyeksikan segmen fintech akan mencapai EBITDA yang disesuaikan positif di kuartal selanjutnya. Ini satu tahun lebih cepat dari pedoman sebelumnya. Simon Ho, Direktur Keuangan Grup GoTo menimpali bisnis GOTO mengalami perkembangan pesat terutama untuk segmen fintech, sambil melakukan pengelola beban dengan hati-hati. Pendapatan jasa pinjaman GOTO per September 2024 meroket 593,11% secara tahunan menjadi Rp 1,23 triliun. Padahal pada periode yang sama di 2025, pos pendapatan ini hanya berkontribusi Rp 177,66 miliar. "Kami berharap dapat terus mendorong pertumbuhan bisnis dalam beberapa bulan mendatang, sambil melakukan penghematan biaya lebih lanjut dan memperkuat upaya perbaikan bottom-line," katanya. Berdasarkan kinerja keuangan kuartal III-2024, pendapatan kotor (
gross revenue) Goto Finansial GTF melesat 95% yoy menjadi Rp 2,5 triliun pada periode Januari-September 2024, dari periode 9 bulan tahun sebelumnya Rp 1,27 triliun.
Baca Juga: Lakukan Efisiensi, Rugi Bersih GOTO Susut 55% jadi Rp 4,31 Triliun per September Core gross transaction value (GTV inti) dari lini bisnis yang dikenal dengan brand GoPay ini melesat 62% secara yoy menjadi Rp169,2 triliun. GTV inti ini mengecualikan gerbang pembayaran mitra pedagang (
merchant payment gateway) Nilai pinjaman konsumen melesat tiga kali lipat secara yoy dengan outstanding Rp 4,3 triliun pada akhir September 2024. Lini pinjaman yang terdiri berbagai produk seperti GoPay Later, GoPay Later Cicil, dan pinjaman tunai memiliki margin yang lebih tinggi dibandingkan produk Gopay laia Dari sisi pendapatan bersih di 9 bulan tahun ini, GTF mencatatkan pendapatan dari jasa pinjaman menembus Rp 1,2 triliun, melesat 593% yoy atau naik hampir 6 kali yoy. Hal ini mencerminkan kontribusi bisnis pinjaman ke GTF semakin signifikan. Kinerja yang positif dari lini
lending juga mampu mendorong
take rate GTF pada kuartal III-2024 mencapai 0,8% dibandingkan setahun sebelumnya masih di 0,5%. Artinya terdapat perbaikan dari sisi monetisasi sebesar 30 basis poin (bps) yoy. Dengan kinerja positif ini, GTF memang masih mencatatkan EBITDA yang disesuaikan minus Rp 481 miliar untuk kinerja Januari-September 2024. Membaik 66% secara YoY. Khusus untuk kuartal III-2024, adjusted EBITDA tercatat minus Rp65 miliar, membaik 83% YoY Analis NH Korindo Sekuritas, Richard Jonathan Halim menganalisis GTF selangkah lagi menuju
adjusted EBITDA positif secara kuartalan. Menurut dia, GTF perlu menggenjot bisnis lending dengan prudent untuk mencapai profitabilitas lebih cepat. "Saat ini secara industri fintech lending, beberapa pelaku di industri fintech lending mulai menunjukkan profit. Hal ini pasti juga terjadi di GTF yang memiliki bisnis lending, baik cepat atau lambat," ujar Richard.
Richard menambahkan jika bisnis lending GTF masih tumbuh agresif dan dikelola secara
prudent, bukan tidak mungkin adjusted EBITDA positif akan dicapai pada kuartal IV-2024. Apalagi dia percaya sinergi GTF dengan ekosistem GOTO akan semakin tumbuh secara masif. "Data menunjukkan dari total outstanding sebanyak 45% berasal dari pengguna Tokopedia dan TikTok Shop, 40% dari On Demand Service atau Gojek, dan hanya 15% dari aplikasi Gopay. Ini artinya kolaborasi GTF dengan ekosistem besarnya sudah semakin baik dan akan terus tumbuh," ujarnya. Secara total, dari sisi bottom line, rugi diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp 4,31 triliun per September 2024. Ini membaik 54,83% secara tahunan dari Rp 9,54 triliun per September 2023. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ahmad Febrian